Halaman

Minggu, 17 Maret 2019

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DAN ORGANISAS




BUDAYA ORGANISASI
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DAN ORGANISASI




A.    Pendahuluan
Sebuah organisasi mempunyai budaya masing-masing. Ini menjadi salah satu pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya sebuah organisasi ada yang sesuai dengan anggota atau karyawan baru, ada juga yang tidak sesuai sehingga seorang anggota baru atau karyawan yang tidak sesuai dengan budaya organisasi tersebut harus dapat menyesuaikan kalau dia ingin bertahan di organisasi tersebut.
Budaya organisasi ini dapat membuat suatu organisasi menjadi terkenal dan bertahan lama. Yang jadi masalah tidak semua budaya organisasi dapat menjadi pendukung organisasi itu. Ada budaya organisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Maksudnya tidak dapat menyocokkan diri dengan lingkungannya, dan lebih ditakutkan lagi organisasi itu tidak mau menyesuaikan budaya nya dengan perkembangan zaman karena dia merasa paling benar.
Dalam keadaan inilah anggota tidak akan mendapatkan kepuasan kerja. Memang banyak faktor lain yang menyebabkan anggota tidak memperoleh kepuasan kerja, tapi faktor budaya organisasi merupakan faktor yang utama.

B.     Budaya Organisasi atau Perusahaan
Istilah budaya sebenarnya berakar dari ilmu antropologi sosial. Penelitian pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke-20 terhadap masyarakat primitif  seperti (Eskimo, Laut Selatan, Afrika, Pwndudukasli Amerika) mengungkapkan cara hidup mereka yang sangat berbeda satu sama lain, apalagi kalau dibandingkan dengan warga Amerika dan Eropa yang jauh lebih maju teknologinya. American Heritagedictionary menjabarkan “budaya” secara lebih formal, yaitu keseluruhan interaksi sosial dari pola perilaku, kesenian, keyakinan, institusidan semua produk hasil karya dan karakteristik pemikiran manusia dari suatu komunitas atau populasi.
Schein (1992) membedakan budaya organisasi ke dalam tiga tingkat. Tingkat pertama ialah tingkat “perilaku dan artifact”. Tingkatan ini adalah tingkat yang dapat di amati sepeti perilaku otoriter, perilaku luwes, dan perilaku keras. Semua perilaku yang diamati yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan merupakan ungkapan dari nilai-nilai tertentu.
Nilai-nilai merupakan tingkat kedua dari budaya perusahaan. Tingkat ini tidak dapat terlihat. Nilai-nilai terungkap melalui pola-pola perilaku tertentu. Nilai “hemat” akan terungkap dalam perilaku seperti ‘dapat menabung’. Adapun nilai keterbukaan antara lain dapat terungkap dalam perilaku ‘kesediaan dalam mendengarkan dan memperhatikan kritik, keluh kesah’.
Tingkat ketiga adalah tingkat yang penting dalam mendasari nilai-nilai, yaitu tingkat keyakinan (beliefs), yang terdiri dari berbagai asumsi dasar. Orang yang berkeyakinan bahwa “semua orang baik” akan memiliki nilai kepercayaan dengan prioritas tinggi, dan akan terungkap dalam perilakunya bahwa ‘ia mudah dan cepat percaya kepada orang’.
Pada tingkatan yang lebih bisa diamati, budaya mencerminkan pola perilaku atau gaya organisasi yang mesti diadopsi oleh karyawan karyawan baru. Misalnya, pegawai dalam satu kelompok tertentu dikenal bertahun-tahun sebagai pekerja keras, orang-orang dalam kelompok lain sangat ramah pada pendatang baru, dan mereka yang berada di kelompok lain lagi suka berpakaian agak formal. Pada tingkatan ini, budaya masih sulit berubah, namun tidak sulit sebagaimana tingkatan nilai nilai dasar tersebut.
Budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Merupakan satu mental dari programing dan organisasi yang merupakan pencerminan dari modal kepribadian organisasi.
Perusahaan memiliki budaya karena adanya kondisi kondisi yang mendukung penciptaan budaya. Solusi yang muncul berulang kali dalam memecahkan masalah akan menjadi bagian budaya mereka. Semakin lama solusi itu mampu mengatasi masalah, maka akan semakin dalam solusi tersebut merasuk dalam budaya.
Gagasan atau solusi yang kemudian merasuk dalam satu budaya bisa timbul dari mana saja, dari individu atau kelompok, dari bawah maupun atas. Tapi dalam perusahaan berbudaya perusahaan yang kuat, gagasan-gagasan ini kerap kali dikaitkan dengan pendiri atau pemimpin-pemimpin perintis lainnya yang mengartikulasikan yang sebagai visi, strategi bisnis, filosofi atau ketiganya.
Kotter dan Heskett (1986) melakukan penelitian tentang hubungan antara budaya perusahaan dengan kinerja ekonomi perusahaan jangka panjang yang menunjukkan bahwa :
1.      Budaya perusahaan mampu berpengaruh signifikan terhadap kinerja ekonomi jangka panjang. Perusahaan yang menganut budaya orientasi pada pelanggan, pemegang saham dan karyawan serta kepemimpinan manajerial di semua tingkatan, mampu mengungguli perusahaan yang tidak memiliki budaya semacamitu.
2.      Budaya perusahaan bisa menjadi faktor kunci yang menentukan sukses atau gagalnya perusahaan pada dekade yang akan merintangi perusahaan dalam mengadopsi perubahan strategi atau taktik yang dibutuhkan. Dalam dunia yang semakin cepat berubah, budaya adaktif akan makin berdampak negatif secara finansial dalam dekade mendatang.
3.      Budaya perusahaan yang merusak kinerja finansial jangka panjang tidaklah sedikit, mereka berkembang dengan mudah, bahkan di perusahaan-perusahaan yang penuh dengan staf yang rasional dan cerdas. Budaya yang mendorong perilaku yang tidak semestinya dan menghalangi perubahan menuju strategi yang lebih baik ini, cenderung terbentuk perlahan selama bertahun-tahun, umumnya justru saat perusahaan berkinerja bagus.
4.      Meski sulit diubah, budaya perusahaan bisa dibuat sedemikian rupa, sehingga lebih mendukung kinerja. Perubahan ini bersifat kompleks dan membutuhkan waktu serta kepemimpinan. Kepemimpinan tersebut harus dipandu oleh visi realistic mengenai budaya macam apa yang mampu mendukung kinerja.

Budaya yang kuat juga dikatakan bisa mendukung kinerja perusahaan karena mampu menurut motivasi yang tinggi di kalangan pekerja. Terkadang bahkan ada deklarasi bahwa nilai-nilai dan perilaku yang dianut bersama membuat karyawan merasa nyaman bekerja dalam sebuah organisasi. Kadang dikatakan pula bahwa praktik-praktik tertentu yang ada dalam perusahaan berbudaya kuat membuat karyawan merasakan adanya penghargaan intrinsik selama bekerja. Melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengakui kontribusi mereka adalah 2 contoh yang umum.
Konsep kunci yang digunakan adalah “keselarasan”. Pandangan ini menyatakan bahwa isi budaya sama penting dengan, lebih penting dari, kekuatan budaya itu sendiri. Selanjutnya, perspektif ini menyatakan bahwa tidak ada satu isi budaya yang pas diterapkan di semua perusahaan tanpa terkecuali. Menurut perspektif ini, hanya budaya yang secara kontekstual maupun strategi Selaras ajalah yang mampu mendorong kinerja unggul perusahaan.
Teori ini memprediksi bahwa budaya yang bercirikan pengambilan keputusan yang cepat dan rendahnya perilaku birokratis akan mendukung kinerja dalam lingkungan perusahaan pelaku merger dan akuisisi yang diwarnai kompetisi dalam menghasilkan kesepakatan terbaik. Sebaliknya, budaya semacam ini akan memper buruk kinerja perusahaan asuransi jiwatradisional.
Meski perspektif ini tidak memberi gambaran Cukup jelas mengenai Apa yang disebutgood fit”, logika yang ada di dalamnya tetap menarik. Gagasan bahwa perusahaanhi-tech kecil membutuhkan budaya yang berbeda dari budaya bank besar sepenuhnya bisa dipahami.

C.     Sifat dari Budaya Organisasi.
Perubahan skala besar dalam sebuah organisasi biasanya membutuhkan suatu perubahan dalam budaya organisasi dan juga pengaruh langsung atas masing-masing bawahan. Dengan mengubah budaya sebuah organisasi, manajemen puncak secara tidak langsung dapat mempengaruhi motivasi dan perilaku dari para anggota organisasi.
Schein (1992) mengidentifikasikan budaya dari sebuah kelompok atau organisasi sebagai asumsi dan keyakinan bersama tentang dunia dan tempat mereka didalamnya, sifat dari waktu dan ruang, sifat manusia dan hubungan manusia. Schein membedakan antara keyakinan yang mendasari dan nilai yang menyertai, yang mungkin atau mungkin tidak konsisten dengan keyakinan ini. Nilai ini menyertai tidak secara akurat mencerminkan budaya saat mereka tidak konsisten dengan keyakinan yang mendasari. Contohnya, sebuah perusahaan dapat menyertakan komunikasi terbuka, tetapi keyakinan yang mendasari bisa bahwa suatu kecaman atau tidak sesuai and adalah mengganggu dan harus dihindari. Sulit untuk menggali di bawah lapisan buatan dari nilai yang mendasari untuk menemukan keyakinan dan asumsi yang mendasari, yang sebagiannya mungkin Secara tidak sadar.
Keyakinan yang mendasari mewakili budaya dari sebuah kelompok atau organisasi adalah respons yang dipelajari terhadap permasalahan bertahan dalam lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal. Permasalahan eksternal yang utama adalah misi Inti atau alasan keberadaan organisasi, sasaran concrete berdasarkan misi ini, strategi untuk mencapai sasaran ini, dan cara-cara untuk mengukur keberhasilan dalam mencapai tujuan.
Sasaran dan strategi tidak dapat dicapai secara efektif tanpa upaya kerjasama dan kestabilan wajar dari keanggotaan dalam organisasi. Permasalahan internal meliputi kriteria untuk menentukan keanggotaan dalam organisasi itu, dasar untuk menentukan status dan kekuasaan, kriteria dan prosedur untuk mengalokasikan penghargaan dan hukuman, sebuah ideologi untuk menjelaskan peristiwa yang tidak dapat diprediksikan dan tidak dapat dikendalikan, peraturan atau budaya tentang bagaimana menangani agresi dan keintiman, dan sebuah konsensus bersama tentang makna dari perkataan dan simbol.
Sebuah fungsi utama dari budaya adalah membantu memahami lingkungan dan menentukan Bagaimana meresponnya, yang karena mengurangi kecemasan, ketidakpastian dan kebingungan. Permasalahan internal dan eksternal salingterkait, dan organisasi harus menghadapi mereka secara simultan. Saat solusi dikembangkan melalui pengalaman, mereka menjadi asumsi bersamayang diturunkan kepada anggota baru.
Para pemimpin dapat mempengaruhi budaya sebuah organisasi dalam beragam cara. Menurut Schein (1992) 5 mekanisme utama menawarkan potensi terbesar untuk ditanamkan dan menguatkan aspek budaya, yaitu :
1.      Mekanisme utama terdiri dari :
a.       Hal apa yang dimaksud oleh pemimpin?
Para pemimpin menyampaikan prioritas, nilai dan perhatian mereka dengan pilihan mereka akan hal hal yang akan ditanyakan, diukur, diberikankomentar, dipujidandikecam. Sebagian komunikasi ini terjadi saat pemimpin merencanakan aktivitas dan mengawasi operasi. Ledakan emosional oleh para pemimpin memiliki pengaruh kuat yang khusus dalam menyampaikan nilai dan perhatian Begitupun sebaliknya.
b.      Cara-cara memberikan reaksi terhadap krisis
Karena emosi yang mengelilingi krisis, respon seorang pemimpin terhadap nya dapat mengirimkan sebuah pesan yang kuat tentang nilai dan asumsi. Seorang pemimpin yang setia mendukung nilai yang menyertai bahkan saat dibawa tekanan air untuk tindakan bijaksana menyampaikan dengan jelas bahwa nilai-nilai itu amatlah penting. Contohnya sebuah perusahaan yang memiliki penjualan yang rendah menghindari pemecatan dengan meminta semua karyawan termasuk manajer untuk bekerja dengan jam kerja yang lebih sedikit dan mengambil pemotongan gaji, keputusan itu menyampaikan sebuah perhatian kuat untuk mempertahankan pekerjaan karyawan.
c.       Pembuatan modelperan
Para pemimpin dapat menyampaikan nilai-nilai dan harapan dengan tindakan mereka sendiri, khususnya tindakan yang memperlihatkan kesetiaan, pengorbanan diri dan pelayanan di luar panggilan tugas.
d.      Kriteria untuk mengalokasikan penghargaan
Kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan penghargaan memberikan tanda apa yang dihargai oleh organisasi. Pengakuan formal dalam upacara dan pujian tidak formal menyampaikan perhatian dan prioritas seorang pemimpin. Kegagalan untuk mengakui kontribusi dan keberhasilan mengirimkan sebuah pesan bahwa mereka tidak penting. Akhirnya pembedaan alokasi penghargaan dan simbol status menguatkan relatif pentingnya beberapa anggota dibandingkan dengan yang lainnya.
e.       Kriteria untuk seleksi pemberhentian
Para pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan pilihan mereka akan kriteria untuk perekrutan, seleksi, mempromosikandanmemberhentikan orang. Para pemimpin juga menyampaikan nilai dan perhatian mereka dengan memberikan informasi realistis tentang kriteria dan persyaratan untuk keberhasilan dalam organisasi.
2.      Mekanismesekunder :
a.       Rancangan sistem dan prosedur manajemen
Anggaran formal, sesi yang direncanakan, laporan, tinjauankinerja, dan program perkembangan manajemen dapat digunakan untuk menekankan beberapa aktivitas dan kriteria, sambil membantu mengurangi ambiguitas peran. Sebuah pilihan untuk formalitas mencerminkan nilai yang kuat mengenai Kendari dan perintah.
b.      Rancangan struktur organisasi
Rancangan struktur seringkali lebih dipengaruhi oleh asumsi mengenai hubungan internal dan teori implisit atas manajemen dibandingkan dengan persyaratan aktual untuk adaptasi efektif terhadap lingkungan. Sebuah struktur terpusat mencerminkan keyakinan bahwa hanya pemimpin yang dapat menentukan apa yang terbaik, sedangkan struktur terdesentralisasi atau penggunaan tim-tim yang mengelola sendiri mencerminkan sebuah keyakinan dalam inisiatif individual dan tanggung jawab bersama.
c.       Rancangan fasilitas
Walaupun jarang dilakukan sebagai sebuah strategi yang disengaja, para pemimpin dapat merancang fasilitas untuk mencerminkan nilai dasar. Contohnya, sebuah layout kantor terbuka adalah konsisten dengan nilai komunikasi terbuka. Memiliki kantor yang serupa dan fasilitas ruang makan yang sama di bagi semua karyawan adalah konsisten dengan nilai egalitarian atau bahwa semua orang adalah sama.
d.      Cerita, legenda dan mintos
Cerita tentang peristiwa penting dan orang-orang dalam organisasi membantu memindahkan nilai dan asumsi. Namun, cerita dan mitos lebih menjadi sebuah refleksi dari budaya daripada faktor penentunya. Potensi penggunaan mekanisme ini oleh para pemimpin untuk mempengaruhi budaya sangat terbatas dalam suatu organisasi atau masyarakat di mana komunikasi terbuka memungkinkan untuk mendeteksi cerita yang salah.
e.       Pernyataan formal
Pernyataan publik dari nilai-nilai oleh pemimpin dan pernyataan nilai secara tertulis, piagam dan filosofi dapat berguna sebagai tambahan bagi mekanisme lain. Namun pernyataan formal biasanya hanya menjelaskan sebagian kecil dari asumsi dan keyakinan budaya organisasi dan mereka tidak memiliki kredibilitas, terkecuali perkataan itu didukung oleh tindakan dan keputusan pemimpin.

D.    Bentuk-Bentuk Budaya
Sejumlah perubahan perbedaan adalah mungkin, termasuk penghilang bentuk budaya yang ada menjadi simbol dari ideologi lama, modifikasi dari bentuk budaya yang ada untuk memperlihatkan ideologi baru dan penciptaan bentuk budaya baru.
Ritual upacara dan tata cara perjalanan dapat digunakan untuk menguatkan identifikasi dengan organisasi dan juga menekankan nilai nilai inti. Dalam banyak organisasi para anggota baru diminta untuk melakukan sumpah kesetiaan di hadapan publik, untuk memperlihatkan pemahaman akan ideologi atau untuk menjalani cobaan berat untuk memperlihatkan kesetiaan. Yang juga umum adalah upacara untuk merayakan kemajuan peringkat Seorang anggota. Program pelatihan formal yang telah dirancang untuk meningkatkan keterampilan kerja juga dapat digunakan untuk mengajar para partisipan tentang ideologi dari organisasi. Pendekatan lainnya untuk sosialisasi anggota baru meliputi penggunaan mental formal yang terpilih karena mereka mampu menjadi model dan mengajarkan nilai-nilai penting dan penggunaan masa belajar, magang atau penugasan khusus untuk bekerja dalam sub unit organisasi di mana budayanya amatkuat (Fisher, 1986).

E.     Budaya Adaptif
Dalam literatur tentang budaya, terdapat perspektif lain yang membahas langsung mengenai isu adaptasi. Logika yang mendasar dari teori ini sangatlah jelas, karena hanya budaya yang bisa membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang akan menghasilkan kinerja superior dalam jangka panjang.
Para pendukung teori ini kerap kali merujuk pada budaya yang tidak begitu adaptif untuk memperoleh wawasan mengenai apa iru budaya adaptif. Mereka menuliskan bahwa budaya tidak adaptif umumnya sangat birokratis. Anggota organisasi sangat reaktif, menghindari resiko dan tidak begitu kreatif. Informasi tidak mengalir secara cepat dan mudah ke semua bagian organisasi. Penekanan terhadap kontrol secara luas memperlemah motivasi dan antusiasme. Mereka menyimpulkan bahwa budaya adaptif pasti memiliki karakteristik yang sangat berbeda.
Ralph Kilmannbudaya semacam itu sebagai berikut, satu budaya adaptif diwarnai oleh pendekatan pengambilan resiko, saling percaya dan proaktif dalam kehidupan organisasi maupun individu. Para anggota aktif mendukung koleganya untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan dan menerapkan solusi efektif. Setiap orang harus memiliki kepercayaan bahwa mereka mampu untuk mengolah masalah dan peluang apapun secara efektif. Semua orang memiliki antusianisme yang sama dimana semangat untuk melakukan apapun demi mencapai kesuksesan organisasi. Para anggota bersikap terbuka terhadap perubahan dan inovasi.
Sebagian besar dari pendukung teori ini akan menunjuk pada Digital Equipment Corporation sebagai contoh kasus perusahaan berbudaya yang mendukung inovasi, pengambilan resiko, diskusi yang jujur, kewirausahaan da kepemimpinan di seluruh hirarki. Mereka berargumen bahwa budaya ini dapat membawa perusahaan lebih sukses beradaptasi dalam industri komputer yang berubah sangat cepat, ketimbang perusahaan-perusahaan lain yang budaya nya tidak mendorong pengambilan resio dan kewirausahaan. Mereka meyakini bahwa keunggulan adaptibilitas adalah alasan utama mengapa digital banyak mengungguli perusahaan yang lain.
Namun, teori ini tidak lepas dari kritikan para kritikus yang menyatakan bahwa teori ini tidak bisa menjelaskan mengapa perusahaan yang tidak memiliki pengambilan resiko atau kewirausahaan bisa berprestasi dengan baik selama periode yang panjang. Hal yang lebih menyulitkan menurut mereka adalah teori ini telah mengabaikan pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti : apa tujuan oengambilan resiko? Adaptasi terhadap apa? Apa tujuan inovasi? Teori ini hanya mampu menjawab pertanyaan itu secara abstrak. Sepertinya mereka berasumsi bahwa selama budaya perusahaan mendukung perubahan dan tidak nyata bersifat politis, maka budaya ini akan mampu beradaptasi dan mendorong kinerja ekonomi jangka panjang.
Kritik terhadap teori ini bersikeras bahwa teori ini tidak masuk akal dan mempunyai faktor kegagalan yang sama dengan teori lainnya, yaitu tidak mengandung kearah mana budaya yng kuat dan budaya yang mendorong perubahan bisa membuat perbedaan. Argumentasi mereka adalah bahwa budaya yang mempromosikan perubahan atau fleksibel bisa menjadi tidak adaptif karena budaya tersebut mendorong orang-orang (bahkan yang pandai sekalipun) untuk merombak segalanya, atau merombak hal yang salah. Demikian juga dengan budaya yang menghargai kepemimpinan bisa melahirkan kepemimpinan ke arah yang salah.

F.      Budaya dan Pertumbuhan organisasi
Pengaruh seorang pemimpin pada budaya sebuah organisasi memiliki keberagaman yang bergantung pada tahap perkembangan organisasi tersebut. pendiri dari sebuah organisasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap budayanya di mana biasanya pendiri memiliki visi perusahaan baru dan mengusulkan berbagai cara untuk melakukan banyak hal, sehingga jika berhasil dalam mencapai sasaran dan mengurangi kecemasan secara bertahap akan tertanam dalam budayanya. Namun, menciptakan budaya dalam sebuah organisasi baru tidak selalu merupakan proses yang halus, hal ini dapat melibatkan cukup banyak konflik dika ide-ide si pendiri itu tidak berhasil atau anggota lain yang berkuasa dari organisasi itu memiliki ide yang bersaing. Agar berhasil,pendiri itu membutuhkan sebuah puisi yang tepat dan kemampuan serta ke kukuh and untuk mempengaruhi orang lain agar menerimanya. jika si pendiri itu tidak menyampaikan visi yang konsisten dan bertindak secara konsisten untuk melaksanakannya, organisasi bisa mengembangkan sebuah budaya this fungsional yang mencerminkan konflik bagian dalam diri pendiri itu (kets devries & miller, 1984).
salah satu elemen terpenting dari budaya organisasi baru adalah kumpulan keyakinan tentang kompetensi berbeda dari organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain. keyakinan itu akan mungkin menjadi alasan mengapa produk atau jasa organisasi adalah unik atau superior dan proses internal yang bertanggung jawab untuk kemampuan yang berkelanjutan agar memberikan produk dan jasa ini. implikasi untuk status relatif dari fungsi yang berbeda dalam organisasi dan strategi untuk menyelesaikan krisis adalah perbedaan yang bergantung pada sumber kompetensi yang beda. Sebagai contohnya, dalam sebuah perusahaan yang berhasil karena perkembangan produk inovatif nya, fungsi penelitian dan perkembangan akan mungkin memiliki status yang lebih tinggi daripada fungsi lainnya dan kemungkinan respon terhadap penurunan terbaru dalam penjualan adalah dengan memperkenalkan beberapa produk baru. dalam sebuah perusahaan yang telah mampu memberikan sebuah produk umum dengan harga terendah, pabrikasi kan memiliki status yang lebih tinggi dan respon terhadap penurunan penjualan pastilah dengan melibatkan pencarian cara-cara untuk mengurangi biaya di bawah biaya para pesaing.
Budayadalam organisasi mudah yang berhasil pastilah amat kuat karena hal ini adalah instrumental bagi keberhasilan organisasi, asumsi di internalisasikan oleh anggotasaat ini dan diberikan kepada anggota baru dan pendiri nya tepat hadir untuk menjadi simbol dan menguatkan budaya organisasi tersebut. Dengan demikian budaya dalam organisasi akan bergerak perlahan selama bertahun-tahun saat pengalaman mengungkapkan bahwa beberapa asumsi harus dimodifikasi. pada akhirnya saat organisasi itu matang dan orang selain pendiri atau anggota keluarga, menduduki posisi kepemimpinan penting budaya akan menjadi lebih tidak disadari dan tidak terlalu seragam. Saat sub budaya berbeda berkembang dalam sub unit yang berbeda, konflik dan perjuangan kekuasaan bisa meningkat. segmen dari budaya yang pada awalnya fungsional bisa menjadi disfungsional, yang dapat menghalangi organisasi untuk beradaptasi pada sebuah lingkungan yang baru.
secara umum jauh lebih sulit untuk mengubah budaya dalam sebuah organisasi yang matang dibandingkan dengan menciptakan nya dalam sebuah organisasi yang baru. Terdapat beberapa alasan mengenai hal ini, banyak yang meyakini dan berasumsi yang mendasari orang-orang dalam sebuah organisasi ternyata implisit dan tidak sadar. Asumsi budaya juga sulit berubah saat mereka membenarkan masa lalu dan merupakan masalah kebanggaan. Selanjutnya nilai budaya mempengaruhi seleksi para pemimpin dan harapan peran dari mereka. Dalam dunia organisasi yang matang dan relatif makmur budaya mempengaruhi pemimpin lebih daripada pemimpin yang mempengaruhi budaya. perubahan drastis tidak mungkin terjadi kecuali terdapat sebuah krisis besar yang mengancam kesejahteraan dan bertahan nya organisasi itu. bahkan dengan sebuah krisis membutuhkan cukup banyak wawasan dan keterampilan bagi seseorang pemimpin untuk memahami budaya yang ada dalam sebuah organisasi dan menerapkan perubahan dengan berhasil.

G.    Sifat budaya berkinerja rendah
studi mengenai hubungan budaya perusahaan dengan kinerja ekonomi jangka panjang mendorong sejumlah pertanyaan menarik. Keadaan apa yang mendorong terbentuknya budaya yang bersifat merusak kinerja ekonomi? Seberapa sering hal ini terjadi dan dengan demikian seberapa besar konsekuensinya terhadap budaya? Apakah begitu sulit mentransformasikan budaya tersebut menjadi budaya yang mendukung kinerja dan mengapa?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Kotter dan Heskett mempelajari sejarah 20 perusahaan di amerika. Semuanya selamat periode akhir 1970an dan awal 1980an yang tampaknya tidak memiliki budaya yang menyerupai budaya mampu mendongkrak kinerja ekonomi. Perusahaan-perusahaan ini mencerminkan berbagai bidang industri di amerika, namun tampaknya terdapat pula yang konsisten dalam urusan peristiwa yang membentuk bagian penting dalam budaya mereka. sejarah perusahaan-perusahaan ini umumnya dimulai dari kombinasi kepemimpinan yang visioner dan keberuntungan. di mana strategi bisnis yang tepat diterapkan oleh sekelompok orang dengan komitmen tinggi, karena dari strategi tersebutdapat menempatkan perusahaan ke posisi yang kuat di pasar dan memberikan sarana untuk mempertahankan posisi itu. Namun pertumbuhan berkelanjutan menciptakan tantangan internal yang besar. Semakin banyak bekerja yang direkrut, organisasi tumbuh semakin besar dan operasi harian menjadi semakin kompleks. Untuk menghadapi tantangan internal organisasi, para eksekutif mencari, merekrut, mengembangkan dan mempromosikan manajer yang cakap sesungguhnya bukan pemimpin, tapi orang-orang yang lebih memahami mengenai struktur, sistem, anggaran dan kontrol ketimbang memahami bisi, strategi, budaya dan inspirasi.
Budaya yang tidak sehat yang timbul dari kondisi ini memiliki tiga komponen umum. Pertama, para manajer cenderung menjadi arogan. Kedua,meski sering diprotes masyarakat para manajer dalam budaya ini cenderung tidak begitu menghargai pelanggan dan pemegang saham serta karyawan. Ketiga, budaya ini menentang nilai-nilai seperti kepemimpinan atau mesin perubahan lain yang sebagian karena tidak banyak  yang dibutuhkan dalam situasi semacam itu. budaya yang seperti ini dapat melorot kan kinerja ekonomi karena tidak berbuat apa-apa untuk membantu perusahaan berabahkan saat kinerja perusahaan merosot drastis lantaran ketidak keselarasan yang signifikan antara budaya dan lingkungan praktik-praktik yang tidak lagi efektif. bahkan saat kinerja perusahaan merosot drastis lantaran ketidakselarasan yang signifikan antara budaya dan lingkungan, tetap perubahan tidak digerakkan dengan cepat atau mudah karena gabungan sikap arogan, kepicikan dan kurangnya kepemimpinan.

H.    Peran manajemen puncak
Budaya mencerminkan kesalingtergantungannilai dan cara-cara berperilaku yang umum dalam satu komunitas dan cenderung langgeng namun tak jarang juga berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Kontinuitas ini adalah produk dari berbagai kekuatan sosial yang subtil, tidak kaset mata. Dengan budaya ini orang-orang akan mempelajari norma-norma dan nilai-nilai satu kelompok.
Dalam perusahaan perusahaan yang berbudaya kuat, para manajer cenderung bergerak dengan giat ke arah yang sama dalam koordinasi yang baik. Penyelarasan, motivasi, organisasi dan pengawasan bisa mendukung kinerja, namun hanya jika tindakan yang dihasilkan tersebut selaras dengan strategi bisnis dalam lingkungan tertentu di mana perusahaan tersebut beroperasi. Kinerja tidak akan meningkat bila perilaku dan metode bisnis tidak selaras dengan pasar produk atau jasa, pasar financial, denpasar tenaga kerja.
Budaya yang tidak ada adaptif mengambil bentuk yang beraneka ragam. Dalam budaya semacam ini, para manajer cenderung mengabaikan perubahan konteks yang relevan dan bergantung pada strategi yang sudah ketinggalan zaman dan praktik-praktik yang kaku. Budaya ini menyulitkan orang-orang, khususnya yang berada di level bahwa hirarki, untuk itu budaya ini cenderung mematikan semangat orang-orang khususnya mereka yang memiliki nilai-nilai personal yang menekankan pada integritas kepercayaan dan kepedulian pada orang lain.
Dalam budaya perusahaan yang mempromosikan perubahan yang bermanfaat,para manajer memusatkan perhatian pada perubahan yang relevan dalam konteks perusahaan dan memprakarsai perubahan bertahap dalam strategi dan praktik-praktik untuk menjaga agar perusahaan dan budaya tetap selaras dengan realitas lingkungan. norma-norma perilaku ini tampaknya didorong oleh sistem nilai yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan konstituen kunci yang bersumber dari nya sangat penting bagi kinerja perusahaan, terutama pelanggan, karyawan dan pemegang saham. Nilai-nilai ini juga menekankan pentingnya sumber daya manusia dan proses yang bisa mendorong perusahaan khususnya kepemimpinan yang kompeten dan di semua hirarki sistem nilai semacam ini adalah kunci kinerja unggul karena mampu memberi energi bagi para manajer dan mendorong mereka melakukan apapun yang dianggap perlu guna membantu perusahaan beradaptasi terhadap lingkungan kompetitif yang cepat berubah.
Banyak perusahaan yang menyatakan bahwa mereka peduli pada pelanggan, pemegang saham dan karyawan. makin banyak organisasi yang menyatakan bahwa mereka yakin pada pentingnya kepemimpinan kompeten pada setiap level hirarki. Namun hanya sedikit yang benar-benar menerapkannya. Setidaknya dalam budaya mereka menyatakan lebih banyak nilai-nilai ariel ketimbang sekadar pernyataan misi atau kredo.secara rata mereka yang sungguh-sungguh menerapkannya tampaknya mampu mengungguli pesaing mereka secara meyakinkan.
Saat budaya pendukung kinerja berkembang pada masa masa awal perusahaan, setidaknya ada dua unsur penting: (1) seorang wirausaha yang memiliki filosofi bisnis yang serupa dengan yang ditemukan dalam inti budaya adaptif, dan (2)  strategi bisnis yang selaras dengan situasi spesifik dan meraih cukup banyak sukses, sehingga membuat sang wirausahawan memiliki kredibilitas tinggi di mata para karyawan. Kami menduga unsur-unsur ini biasa ditemui pada perusahaan-perusahaan baru yang sangat sukses, sebagian besar karena unsur-unsur tersebut menentukan kesuksesan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif. Namun budaya mendongkrak kinerja kerap kali terkikis seiring pertumbuhan perusahaan, atau karena waktu dan kesuksesan serta unsur-unsur lain mampu mengabulkan ingatan semua orang mengenai faktor-faktor yang membuat mereka sukses di masa lalu.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar