Halaman

Minggu, 17 Maret 2019

Manusia Dalam pandangan Islam Dan Manusia Sebagai Makhluk yang beragama




 

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya milik Allah azza wajal, shalawat seiring salam semoga selalu tercurah kepada Nabi akhir zaman yakni Muhammad Saw. Keluarga, sahabat dan seluruh umatnya yang setia dan istiqomah berada di atas ajarannya hingga hari kiamat. Penulis sangat bersyukur karena berkat rahmat dan karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Manusia Dalam pandangan Islam Dan Manusia Sebagai Makhluk yang beragama”
Penyusunan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Psikologi Agama Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Dalam penyusunan makalah ini penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah filsafat umum yang telah memberikan materi perkuliahan serta arahannya, mudah-mudahan Allah SWT. Membalas atas semua bantuan yang telah diberikan dengan tulus dan ikhlas. Penulis berharap makalah ini berguna bagi kita semua amin. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Akhirul kalam,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palembang, 25 Februari 2019

Penulis

BAB I
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang unik, dan memiliki berbagai macam dimensi kemanusiaannya. Para ahli telah memiliki berbagai pandangan yang berbeda mengenai manusia, ada yang mengatakan manusia adalah zoon politicon, homo socius, dan sebagainya.
Bahasan Tentang manusia sengaja diletakan di awal bab sebelum mempelajari mengenai psikologi agama secara keseluruhan. Karena pembicaraan psikolog sangat erat kaitannya dengan manusia. Kalau kita lihat dalam diri manusia terdapat fisik dan psikis. Aspek ini merupakan wilayah bahasan psikologi agama.
Pada bab ini akan diuraikan bagaimana pandangan islam mengenai manusia, juga dijelaskan mengenai hakikat hakiki manusia itu adalah sebagai makhluk agamis.











BAB II
Pembahasan
A.    Manusia Dalam pandangan Islam
Islam memiliki pandangan yang tersendiri tentang Manusia. Dalam Al- Qur’an kita dapati term penyebutan kata manusia yang dikaitkan langsung dengan aspek kemanusiaan.
a.       Dari aspek biologis manusia disebut Allah dengan basyar yang mencerminkan sifat-sifat fisika-kimia-biologisnya.[1] Sebagaimana Firman Allah :

قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
(Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". ( Q.S Al-Kahfi 110 )
b.       Dari aspek sosiologis, Manusia di panggol Allah dengan panggilan An-nas, yang mencerminkan sifatnya yang cenderung berkelompok da berinteraksi dengan sesame manusia. Sebagaimana firmanya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. ( Q.S Al-Baqarah 21 )

c.       Dari aspek kecerdasan, manusia dipanggil allah dengan panggilan al-insan, yaitu makhluk yang terbaik yang dikarunia allah akal sehingga mampu berfikir dan menyerap ilmu pengetahuan. Sebagaimana firmannya :
خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ
Dia menciptakan manusia.
عَلَّمَهُ ٱلْبَيَانَ
Mengajarnya pandai berbicara.
Allah mengungkapkan tentang siapa manusia tidak hanya melalui berbagai macam panggilan diatas saja, akan tetapi lebih jauh lagi, Allah telah meng informasikan kepada manusia dari apa dan bagaimana Allah telah menciptakan manusia.

B.     Fase-Fase Penciptaan Manusia
Allah mengungkapkan tentang siapa manusia tidak hanya melalui berbagai macam panggilan diatas saja, akan tetapi lebih jauh lagi, Allah telah meng informasikan kepada manusia dari apa dan bagaimana Allah telah menciptakan manusia.
Adapun fase-fase proses penciptaan manusia diantaranya sebagai berikut :
1.      ‘Sulalah min thin’ (saripati tanah).
Saripati tanah yang dimaksud – sebagaimana pendapat Thahir Ibn ‘Asyur – adalah zat yang diproduksi oleh alat pencernaan yang berasal dari bahan makanan (baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari tanah, yang selanjutnya menjadi darah, kemudian berproses hingga akhirnya menjadi sperma ketika terjadi hubungan sex.
2.      ‘Nuthfah’ (air mani).
Makna asal kata ‘nuthfah’ dalam bahasa Arab berarti setetes yang dapat membasahi. Penggunaan kata ini sejalan dengan penemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria yang mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, tetapi yang berhasil bertemu dengan ovum wanita hanya satu. Itulah yang dimaksud dengan nuthfah.
3.      ‘Alaqah’ (segumpal darah).
Segumpal darah adalah salah satu arti kata ‘alaqah dari dua arti lainnya yaitu ‘sesuatu yang melayang’ dan ‘lintah’.  Seorang ilmuwan terkenal dalam bidang anatomi dan embriologi Prof. Keith Moore menyatakan bahwa ‘alaqah sebagai‘sesuatu yang melayang’ sesuai dengan apa yang bisa dilihat pada pengikatan embrio - selama fase ini - pada rahim ibu. Dan ‘alaqah diartikan ‘segumpal darah’ atau ‘gumpalan darah yang membeku’ karena embrio selama fase ini berkembang melalui saat-saat internal yang diketahui seperti pembentukan darah di pembuluh tertutup sampai dengan putaran metabolis lengkap melalui plasenta (ari-ari). Selama fase ini darah  ditangkap di dalam pembuluh tertutup sehingga embrio memperoleh penampakan sebagai gumpalan darah beku. Sedang ‘alaqah diartikan ‘lintah’ oleh karena embrio selama fase ‘alaqah memperoleh penampakan yang sangat mirip dengan lintah. Prof. Keith Moore menguji dengan membandingkan lintah air yang masih segar dengan embrio pada fase ini dan beliau menemukan kesamaan diantara keduanya.
4.      ‘Mudghah’ (segumpal daging).
Mudhghah berasal dari kata madhagha yang berarti mengunyah. Pada fase ini embrio disebut mudhghah karena bentuknya masih dalam kadar yang kecil seukuran dengan sesuatu yang dikunyah.
5.      ‘Idzam (tulang atau kerangka).
Pada fase ini embrio mengalami perkembangan dari bentuk sebelumnya yang hanya berupa segumpal daging hingga berbalut kerangka atau tulang.
6.      Kisa al-‘idzam bil-lahm(penutupan tulang dengan daging atau otot).
Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan lahm (daging) diibaratkan pakaian yang membungkus tulang, selaras dengan kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi adanya satu sel daging sebelum terlihat sel tulang.
7.      Insya  (mewujudkan makhluk lain).
Fase ini mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan kepada manusia yang menjadikannya berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Sesuatu itu adalah ruh ciptaannya yang menjadikan manusia memiliki potensi yang sangat besar sehingga dapat melanjutkan evolusinya hingga mencapai kesempurnaan makhluk.[2]

C.                 Manusia Sebagai Makhuk yang beragama
Uraian diatas menggambarkan bahwa hakikat manusia adalah jiwa nya, spritualnya, rohaninya karena sifatnya yang lathief, rohani, dan rabbani. Sehingga dengannya manusia menjadi berbeda dengan makhluk allah yang lain. Bahkan keselahamatan dan kebahagiaan manusia didunia dan akhirat sangat ditentukan Oleh jiwalah yang taat atau yang kufur.
Sebenarnya sudah menjadi fitrah manusia yang secara naluriah merindukan tuhan pencipta alam. Andaipun terdapat ada manusia yang tidak beragama(atheis) hakikatnya adalah penyimpangan saja karena allah menjadikan agama sebagai kualitas dan dimensi kehidupan manusia, sebagaimana firman allah :
Maka hadaplah wajahmu dengan lurus kepada agama allah (tetaplah ata) fitrah allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah allah. ( itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Agama memiliki seratus jiwa. Segala sesuatu bila telah dibunuh, padakali pertama itupun ia sudah mati selama-lamnaya, kecuali agama. Ia akan muncul lagi dan kembali hidup setelah itu.
Dari ungkapan diatas dapat dilihat bahwa agama itu merupakan sifat manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri. Dari sejarah keagamaan pun dapat ditunjuk sebagai bukti bahwa manusia sejak dari nabi adam sampai sekarang ini walau dalam kualitas yang berbeda-beda senantiasa terkait dengan kepercayaan kepada sesuatu yang ghaib yang dipandang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan, bahkan pada tingkat yang tertinggi diyakini sebagai tempat mempertaruhkan kehidupan.
Disamping agama, melalui kajian ilmiah yang dilakukan oleh para ahli antara lain oleh Dr. Howard Clinebell, di inventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia, yaitu :
1.      kebutuhan akan kepercayaan dasar yang senantiasa secara teratur terus menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah
2.      kebutuhan akan makna hidup, tujuan hidup dalam membangum hubungan yang selaras, serasi dan seimbang dengan tuhannya.
3.      Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dalam kehidupan keseharian. Pengalaman agama hendaknya integrative antara ritual dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari
4.      Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan selalu secara teratur mengadakan hubungan dengan tuhan. Ini dimaksudkan agar kekuatan iman dan takwa tidak melemah.
5.      Kebutuhan  akan bebas dari rasa bersalah dan berdosa. Rasa bersalah merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa. Dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh maka seseorang akan terbebas dari rasa bersalah dan berdosa.
6.      Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri, disinilah pentingnya agama agar derajat dan martabat manusia tetap pada fitrahnya
7.      Kebutuhan akan rasa aman, terjamin, dan keselamatan terhadap harapan masa depan. Bagi oran islam dapat kepercayaan terhadap hari kemudian dengan demikian telah dijaminan keselamatan dan kebahagiaan tidak hanya didunia ini saja namun di akhirat juga.
8.      Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang semagkin tinggi sebagai pribadi yag utuh.
9.      Kebutuhan akan terpelihara interaksi dengan alam dan sesame manusia. Dengan kata lain manusia harus menjalin hubungan dengan makhluk allah yang lain, baik sesame manusia maupun lingkungan sekitar.
10.  Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang syaratnya dengan nilai-nilai religiusitas. Komunitas keagamaan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan seseorang. Dengan melakukan berbagai kegiatan peribadan bersama (berjamaah) merupakan media selain memperat tali silahturahmi juga meningkatkan iman dan takwa.












Kesimpulan




















Daftar Pustaka
Masjkoery, A. Qohar,2003 Pendidikan Agama Islam. Jakarta:Gunadarma
                    Zuhdiyah, 2012 psikologi agama ( Yogyakarta:Pustaka Felicha



Tidak ada komentar:

Posting Komentar