Kata Pengantar
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Segala
puji hanya milik Allah azza wajal, shalawat seiring salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi akhir zaman yakni Muhammad Saw. Keluarga, sahabat dan
seluruh umatnya yang setia dan istiqomah berada di atas ajarannya hingga hari
kiamat. Penulis sangat bersyukur karena berkat rahmat dan karuniaNyalah penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Manusia Dalam pandangan Islam Dan Manusia Sebagai Makhluk yang
beragama”
Penyusunan makalah ini sebagai tugas dari mata
kuliah Psikologi Agama Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang. Dalam penyusunan makalah ini penulis sangat
menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan sehingga penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah filsafat umum yang telah memberikan materi perkuliahan serta arahannya, mudah-mudahan
Allah SWT. Membalas atas semua bantuan yang telah diberikan dengan tulus dan
ikhlas. Penulis berharap makalah ini berguna bagi kita semua amin. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Akhirul
kalam,
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Palembang, 25
Februari 2019
Penulis
BAB I
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang unik, dan memiliki
berbagai macam dimensi kemanusiaannya. Para ahli telah memiliki berbagai
pandangan yang berbeda mengenai manusia, ada yang mengatakan manusia adalah
zoon politicon, homo socius, dan sebagainya.
Bahasan Tentang manusia sengaja diletakan di
awal bab sebelum mempelajari mengenai psikologi agama secara keseluruhan.
Karena pembicaraan psikolog sangat erat kaitannya dengan manusia. Kalau kita
lihat dalam diri manusia terdapat fisik dan psikis. Aspek ini merupakan wilayah
bahasan psikologi agama.
Pada bab ini akan diuraikan bagaimana pandangan
islam mengenai manusia, juga dijelaskan mengenai hakikat hakiki manusia itu
adalah sebagai makhluk agamis.
BAB II
Pembahasan
A.
Manusia Dalam pandangan Islam
Islam memiliki
pandangan yang tersendiri tentang Manusia. Dalam Al- Qur’an kita dapati term
penyebutan kata manusia yang dikaitkan langsung dengan aspek kemanusiaan.
a.
Dari aspek biologis manusia disebut Allah
dengan basyar yang mencerminkan sifat-sifat fisika-kimia-biologisnya.[1]
Sebagaimana Firman Allah :
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ
إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ
فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
(Katakanlah: Sesungguhnya aku ini
manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya
Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". ( Q.S
Al-Kahfi 110 )
b.
Dari aspek sosiologis, Manusia di panggol
Allah dengan panggilan An-nas, yang mencerminkan sifatnya yang cenderung berkelompok
da berinteraksi dengan sesame manusia. Sebagaimana firmanya :
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang
telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. ( Q.S
Al-Baqarah 21 )
c.
Dari
aspek kecerdasan, manusia dipanggil allah dengan panggilan al-insan, yaitu
makhluk yang terbaik yang dikarunia allah akal sehingga mampu berfikir dan
menyerap ilmu pengetahuan. Sebagaimana firmannya :
خَلَقَ
ٱلْإِنسَٰنَ
Dia
menciptakan manusia.
عَلَّمَهُ ٱلْبَيَانَ
Mengajarnya pandai berbicara.
Allah mengungkapkan tentang siapa manusia tidak hanya melalui
berbagai macam panggilan diatas saja, akan tetapi lebih jauh lagi, Allah telah
meng informasikan kepada manusia dari apa dan bagaimana Allah telah menciptakan
manusia.
B.
Fase-Fase
Penciptaan Manusia
Allah mengungkapkan tentang siapa manusia tidak hanya melalui
berbagai macam panggilan diatas saja, akan tetapi lebih jauh lagi, Allah telah meng
informasikan kepada manusia dari apa dan bagaimana Allah telah menciptakan manusia.
Adapun fase-fase proses penciptaan manusia diantaranya sebagai berikut :
1.
‘Sulalah min
thin’ (saripati tanah).
Saripati tanah yang dimaksud – sebagaimana pendapat Thahir
Ibn ‘Asyur – adalah zat yang diproduksi oleh alat pencernaan yang
berasal dari bahan makanan (baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari
tanah, yang selanjutnya menjadi darah, kemudian berproses hingga akhirnya
menjadi sperma ketika terjadi hubungan sex.
2.
‘Nuthfah’ (air
mani).
Makna asal kata ‘nuthfah’ dalam bahasa
Arab berarti setetes yang dapat membasahi. Penggunaan kata ini sejalan dengan
penemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang menyembur dari
alat kelamin pria yang mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, tetapi
yang berhasil bertemu dengan ovum wanita hanya satu. Itulah yang dimaksud
dengan nuthfah.
3.
‘Alaqah’ (segumpal
darah).
Segumpal darah adalah salah satu arti kata ‘alaqah dari
dua arti lainnya yaitu ‘sesuatu yang melayang’ dan ‘lintah’. Seorang
ilmuwan terkenal dalam bidang anatomi dan embriologi Prof. Keith Moore
menyatakan bahwa ‘alaqah sebagai‘sesuatu yang melayang’ sesuai dengan apa
yang bisa dilihat pada pengikatan embrio - selama fase ini - pada rahim ibu.
Dan ‘alaqah diartikan ‘segumpal darah’ atau ‘gumpalan darah yang membeku’
karena embrio selama fase ini berkembang melalui saat-saat internal yang
diketahui seperti pembentukan darah di pembuluh tertutup sampai dengan putaran
metabolis lengkap melalui plasenta (ari-ari). Selama fase ini
darah ditangkap di dalam pembuluh tertutup sehingga embrio memperoleh
penampakan sebagai gumpalan darah beku. Sedang ‘alaqah diartikan
‘lintah’ oleh karena embrio selama fase ‘alaqah memperoleh
penampakan yang sangat mirip dengan lintah. Prof. Keith Moore menguji dengan
membandingkan lintah air yang masih segar dengan embrio pada fase ini dan
beliau menemukan kesamaan diantara keduanya.
4.
‘Mudghah’ (segumpal
daging).
Mudhghah berasal dari kata madhagha yang berarti
mengunyah. Pada fase ini embrio disebut mudhghah karena bentuknya masih dalam
kadar yang kecil seukuran dengan sesuatu yang dikunyah.
5. ‘Idzam (tulang
atau kerangka).
Pada fase ini embrio mengalami perkembangan dari bentuk
sebelumnya yang hanya berupa segumpal daging hingga berbalut kerangka atau
tulang.
6. Kisa al-‘idzam
bil-lahm(penutupan tulang dengan daging atau otot).
Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti
membungkus, dan lahm (daging) diibaratkan pakaian yang membungkus tulang,
selaras dengan kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa sel-sel
tulang tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi adanya satu
sel daging sebelum terlihat sel tulang.
7. Insya (mewujudkan
makhluk lain).
Fase ini mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang
dianugerahkan kepada manusia yang menjadikannya berbeda dengan makhluk-makhluk
lain. Sesuatu itu adalah ruh ciptaannya yang menjadikan manusia memiliki
potensi yang sangat besar sehingga dapat melanjutkan evolusinya hingga mencapai
kesempurnaan makhluk.[2]
C.
Manusia Sebagai Makhuk yang beragama
Uraian diatas menggambarkan bahwa
hakikat manusia
adalah jiwa nya, spritualnya, rohaninya karena sifatnya yang lathief, rohani, dan
rabbani. Sehingga dengannya manusia menjadi berbeda dengan makhluk allah yang lain. Bahkan
keselahamatan dan kebahagiaan manusia didunia dan akhirat sangat ditentukan Oleh jiwalah yang taat atau yang kufur.
Sebenarnya sudah menjadi fitrah manusia yang secara naluriah merindukan tuhan pencipta alam. Andaipun terdapat ada manusia yang tidak beragama(atheis)
hakikatnya adalah penyimpangan saja karena allah menjadikan agama sebagai kualitas dan dimensi kehidupan manusia, sebagaimana firman allah :
“Maka hadaplah wajahmu dengan lurus kepada agama allah (tetaplah ata)
fitrah allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah allah. ( itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Agama
memiliki seratus jiwa. Segala sesuatu bila telah dibunuh, padakali pertama itupun ia sudah mati selama-lamnaya, kecuali agama. Ia akan muncul lagi dan kembali hidup setelah itu.
Dari
ungkapan diatas dapat dilihat bahwa
agama itu merupakan sifat manusia yang tidak dapat dipisahkan dari
manusia itu sendiri. Dari sejarah keagamaan pun dapat ditunjuk sebagai bukti bahwa manusia sejak dari nabi adam sampai
sekarang ini walau dalam kualitas yang berbeda-beda senantiasa terkait dengan
kepercayaan kepada sesuatu yang ghaib yang dipandang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan, bahkan pada tingkat yang
tertinggi diyakini sebagai tempat mempertaruhkan kehidupan.
Disamping
agama, melalui
kajian ilmiah yang dilakukan oleh para ahli antara lain oleh Dr. Howard Clinebell, di
inventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia, yaitu :
1.
kebutuhan akan kepercayaan dasar yang
senantiasa secara teratur terus menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah
2.
kebutuhan akan makna hidup, tujuan hidup dalam membangum hubungan yang selaras, serasi dan
seimbang dengan tuhannya.
3.
Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dalam kehidupan keseharian. Pengalaman agama
hendaknya integrative antara ritual dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari
4.
Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan selalu secara teratur mengadakan hubungan dengan tuhan. Ini dimaksudkan agar kekuatan iman dan takwa tidak melemah.
5.
Kebutuhan akan bebas dari
rasa bersalah dan berdosa. Rasa bersalah merupakan beban mental bagi seseorang
dan tidak baik bagi kesehatan jiwa. Dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh maka seseorang akan terbebas dari
rasa bersalah dan berdosa.
6.
Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri, disinilah pentingnya
agama agar derajat dan martabat manusia tetap pada fitrahnya
7.
Kebutuhan akan rasa aman, terjamin, dan keselamatan terhadap
harapan masa depan. Bagi oran islam dapat kepercayaan terhadap hari kemudian dengan demikian telah dijaminan
keselamatan dan kebahagiaan tidak hanya didunia ini saja namun di akhirat juga.
8.
Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang semagkin
tinggi sebagai pribadi yag utuh.
9.
Kebutuhan akan terpelihara interaksi dengan alam dan sesame manusia. Dengan kata lain manusia harus menjalin hubungan dengan makhluk allah yang lain, baik sesame manusia maupun lingkungan sekitar.
10.
Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang syaratnya
dengan nilai-nilai religiusitas. Komunitas keagamaan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan seseorang. Dengan melakukan berbagai kegiatan peribadan
bersama (berjamaah) merupakan media selain memperat tali silahturahmi juga meningkatkan iman dan takwa.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Masjkoery, A. Qohar,2003 Pendidikan Agama Islam. Jakarta:Gunadarma
Zuhdiyah,
2012 psikologi agama ( Yogyakarta:Pustaka Felicha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar