EKOLOGI TUMBUHAN
PRODUKTIVITAS EKOSISTEM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ekosistem
merupakan sutau interaksi
antara komponen hidup dan tak hidup.Organisme seperti hewan, tumbuhan, alga,
fungi dan bakteri merupakan komponen hidup dalam ekosistem. Pengaruh fisik
lingkungan seperti udara, air dan tanah merupakan komponen tak hidup dalam
ekosistem. Komponen hidup dalam ekosistem dikenal dengan sebutan biotik,
sedangkan komponen tak hidup seperti topografi dan kemiringan tanah dalam
ekosistem disebut abiotik. Kedua komponen tersebut kemudian berinterkasi satu
sama lain sehingga membentuk sebuah ekosistem (Nagle, 2010).
Organisme
di dalam ekosistem membutuhkan energi untuk tumbuh, berkembang biak, dan
bergerak. Namun dalam sebuah ekosistem ketersediaan energi sangatlah terbatas,
sehingga dibutuhkan adanya pengaturan energi dalam ekosistem karena energi
tersebut nantinya akan dibagi dalam tingkatan trofik yang berbeda. Sehingga
banyak sedikitnya energi yang diterima kemudian akan mempengaruhi jenis dan
jumlah organisme dalam ekosistem (Ramli, 1989).
Energi
yang digunakan dalam kehidupan organisme dalam ekosistem berasal dari adanya
sejumlah sinar matahari yang masuk ke dalam ekosistem. Energi cahaya matahari
yang mencapai bumi kemudian ditangkap oleh tumbuhan dan produsen lain dan
dirubah menjadi energi kimia melaui fotosintesis. Para produsen mengubah energi
cahaya ini dengan energi kimia yang tersimpan dalam senyawa organik.Tingkat di
mana produsen dalam ekosistem membangun biomassa disebut produktivitas primer
(Ramli, 1989).
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
yang akan dibahas adalah :
1.
Apa pengertian
produktivitas?
2.
Apa saja jenis-jenis
produktivitas?
3.
Apa saja faktor yang
mempengaruhi produktivitas?
4.
Bagaimana metode
pengukuran produktivitas ekosistem?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui pengertian
produktivitas.
2.
Mengetahui jenis-jenis
produktivitas.
3.
Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas.
4.
Mengetahui metode
pengukuran produktivitas ekosistem.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Produktivitas
Produktivitas merupakan laju produksi zat
organik dalam suatu ekosistem. Proses ini biasanya dimulai dari kegiatan
mengkonversi energi sinar matahari menjadai zat-zat organik melalui proses
fotosintesis pada tumbuhan hijau.
Setiap ekosistem baik daratan maupun perairan
terdapat organisme hidup dan benda mati (lingkungan abiotik) yang menunjang
proses kehidupan. Proses kehidupan di alam tersebut merupakan kejadian yang
mengubah bentuk energi pada berbagai komponen ekosistem. Proses-proses yang
terlibat dalam pengubahan energi dalam ekosistem meliputi proses metabolisme,
aliran energi pada berbagai tingkat trofik, dan siklus biogeokimia(Chapman
& Reiss, 1997).
Proses
metabolisme merupakan proses fisiologi yang terdapat pada tubuh organisme
hidup. Metabolisme meliputi anabolisme yaitu proses penyusunan kimiawi yang
dilakukan melalui kegiatan fotosintesis dan katabolisme yaitu proses
pembongkaran energi yang tersimpan dalam zat-zat kimia hasil anabolisme. Hasil
dari proses metabolisme adalah pertumbuhan dan penambahan biomassa, dan
penimbunan biomassa itu disebut produksi (Odum, 1993).
Produksi
selama periode waktu tertentu disebut produktivitas.Baik produksi maupun
produktivitas kedua-duanya secara umum berhubungan dengan biomassa pada tingkat
trofik tertentu.Pada
suatu ekosistem dikenal adanya produsen dan konsumen, sehingga juga dikenal
adanya produktivitas oleh produsen dan produktivitas oleh konsumen.
Produktivitas pada aras konsumen disebut produktivitas primer (dasar),
sedangkan pada aras konsumen disebut produktivitas sekunder(Kendeigh, 1980).
Produktivitas
primer adalah laju penambatan energi oleh produsen melalui proses fotosintesis.
Produksi primer dari suatu ekosistem berasal dari proses fotosintesis yang
dilakukan oleh tumbuhan berdaun hijau dengan pengikatan energi yang berasal
dari cahaya matahari. Secara kimia proses fotosintesis merupakan reaksi
oksidasi-reduksi (redoks) meliputi penyimpanan bagian dari energi cahaya
matahari sebatas energi potensial(Djumara, 2007).
Produksi
primer yang menumpuk pada produsen atau tumbuhan selama suatu periode tertentu
merupakan biomasa tumbuhan. Sebagian dari biomasa ini akan diganti melalui
proses dekomposisi dan sebagian lagi tetap disimpan dalam waktu yang lebih lama
sebagai materi yang berdaur hidup (life
cycle). Jumlah akumulasi materi organik yang hidup pada suatu waktu disebut
Standing Crop Biomass (biomasa hasil
bawaan).Dengan demikian jelas bahwa biomassa berbeda dengan produksi
(produktivitas).Produktivitas komunitas bersih merupakan laju penyimpanan
materi organik oleh produsen, yang tidak digunakan (dimakan) oleh heterotrof
(herbivora).Jadi produktivitas komunitas bersih merupakan sisa produktivitas
primer sesudah dikurangi yang digunakan (dikonsumsi) oleh herbivora (Djumara,
2007).
Produktivitas
biologis merupakan hasil yang terus-menerus dihasilkan oleh komunitas biologi sehingga
perlu dinyatakan dalam satuan waktu.Misalnya produksi zat makanan per hari atau
per tahun. Produktivitas
dapat digunakan untuk mengukur kekayaan atau kesuburan suatu komunitas atau
suatu ekosistem. Suatu contoh padang rumput yang subur, tetapi sering dimakan
oleh hewan herbivora akan mempunyai biomassa yang lebih kecil daripada rumput
yang tidak dimakan hewan.Berbagai ekosistem mempunyai produktivitas yang tidak
sama. Hal ini sangat berkaitan dengan faktor lingkungan seperti iklim,
topografi, sifat tanah, letak geografis, air dan ketinggian suatu tempat dari
permukaan laut (Resosoedarmo, dkk.,
1985).
B.
Jenis-Jenis Produktivitas
Produktivitas
dalam ekosistemdidefinisikan sebagai laju produksi per satuan
waktu.Produktivitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu produktivitas primer
dan produktivitas sekunder.Produktivitas primer dilakukan oleh produsen
(autotrof) yaitu menghasilkan energi atau biomassa per satuan luas per satuan
waktu. Produktivitas sekunder yaitu biomassa yang diperoleh oleh organisme heterotrofik,
melalui proses makan dan penyerapan yang diukur dalam satuan massa atau energi
per satuan luas per satuan waktu(Resosoedarmo, dkk., 1985).
Produktivitas
primer adalah konversi energi surya sedangkan produktivitas sekunder melibatkan
makan atau penyerapan.Produktivitas primer tergantung pada jumlah sinar
matahari, kemampuan produsen untuk menggunakan energi untuk mensintesis senyawa
organik, dan ketersediaan faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
(misalnya mineral dan nutrisi).Produktivitas
sekunder tergantung pada jumlah makanan yang tersedia dan efisiensi konsumen
mengubahnya menjadi biomassa baru (Djumara,
2007).
MenurutDjumara, (2007), produksi primer
tertinggi terjadi apabila kondisi untuk pertumbuhan optimal, dimana ada tingkat
insolasi yang tinggi, air yang cukup, suhu hangat, dan tingkat gizi yang
tinggi. Misalnya, hutan hujan tropis memiliki curah hujan tinggi dan hangat
sepanjang tahun sehingga mereka memiliki musim tanam konstan dan produktivitas
yang tinggi. Gurun memiliki curah hujan yang rendah sehingga akan membatasi
pertumbuhan tanaman. Estuaria menerima sedimen yang mengandung nutrisi dari
sungai, karena dangkal, ringan dan hangat sehingga memiliki produktivitas yang
tinggi. Lautan gelap di bawah permukaan akan membatasi produktivitas tanaman
karena kurangnya faktor cahaya dan suhu yang kurang optimal.
C.
Produktivitas Primer
Setiap
ekosistem atau komunitas atau bagian-bagian lain dalam organisasi makhluk hidup
memiliki produktivitas.Kecepatan energi radiasi matahari yang diubah oleh
tumbuhan hijau menjadi energi kimia dikenal sebagai produktivitas primer.
Produktivitas primer merupakan kecepatan energi radiasi matahari yang disimpan
melalui aktivitas fotosintesis dan kemosintesis oleh organisme produsen dalam
bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan (Vickery, 1984).
Menurut Resosoedarmo, dkk (1986), produktivitas primer
digolongkan menjadi dua macam:
1.
Poduktivitas primer
kotor, merupakan kecepatan total
fotosintesis yang mencakup bahan organik yang digunakan dalam respirasi atau
pernapasan selama periode pengukuran atau dapat diartikan sebagai fotosintesis
total.
2.
Produktivitas primer
bersih, merupakan kecepatan penyimpanan
bahan organik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik yang
sebagian telah dipakai untuk respirasi tumbuhan selama proses pengukuran atau
disebut juga fotosintesis bersih.
Aliran energi melalui komunitas yang
dimulai dari fiksasi cahaya matahari oleh tumbuhan hijau yaitu proses
pengiriman energi. Tumbuhan mengandalkan makanan simpanan yang berupa energi
dalam biji sampai musim berproduksi.Energi yang diakumulasi oleh tumbuhan hijau
disebut produksi atau disebut juga produksi primer.Kecepatan penyimpanan yang
diwujudkan oleh aktivitas fotosintesis disebut produktivitas primer. Seperti
halnya organisme lain, tumbuhan membutuhkan energi untuk berproduksi dan
pemeliharaan kehidupannya. Energi yang tinggal sesudah proses respirasi
disimpan sebagai bahan organik disebut produksi primer bersih atau pertumbuhan
tumbuhan (Sudarmadji, 2014).
Menurut Sudarmadji (2014), produksi
primer total dalam suatu ekositem dikenal sebagai produksi primer kotor (PPK-gross primary production, GPP) ekositem
tersebut, jumlah energi cahaya yang dikonversi menjadi energi kimiawi melalui
fotosintesis per satuan waktu. Tidak semua produksi ini disimpan sebagai
material organik di dalam produsen-produsen primer karena mereka menggunakan
beberapa molekul sebagai bahan bakar pada respirasi selulernya sendiri.
Produksi primer bersih (PPB-net primary
production, NPP) sebanding dengan produksi primer kotor dikurangi dengan
energi yang digugnakan oleh produsen primer untuk respirasi (R) :
PPB
= PPK – R
Gambar 1.
Produktivitas primer
(Sumber: Nagle, 2010)
Pada
banyak ekosistem, PPB adalah sekitar separuh PPK. Produksi primer bersih
merupakan besaran kunci karena mempresentasikan penyimpanan energi kimia yang
akan tersedia bagi konsumen dalam ekosistem. PPB dapat dinyatakan sebagai
energi persatuan luas per satuan waktu (J/m2/tahun) atau sebagai
biomassa yang ditambahkan ke ekosistem per satuan luas per satuan waktu (g/ m2/tahun)
(Campbell, et al., 2008).
Produksi
primer bersih mengumpul sepanjang waktu sebagai biomassa tumbuhan. Bagian dari
akumulasi tersebut mengalami proses pembalikan melalui dekomosisi, sedangkan
yang tetap sepanjang waktu dikenal sebagai materi hidup. Akumulasi bahan
organik hidup yang terdapat pada suatu area dan suatu saat tertentu dikenal
sebagai biomassa saat itu (standing crop
biomassa).Biomassa biasanya dikatakan sebagai gram berat kering bahan
organik per satuan luas (contoh gram per m2 atau kg per ha, atau
kalori per m2). Jadi biomassa organiknya disusun dari fotosintesis,
sedangkan biomassa ada pada suatu saat tertentu adalah tidak sama dengan
produksi dan tidak berarti bahwa biomassa yang tinggi berpengaruh pada produksi
tinggi (Sudarmadji, 2014).
D.
Produktivitas Sekunder
Produktivitas
sekunder merupakan kecepatan menyimpan energi potensial ke dalam tingkatan
trofik konsumen atau makhluk pengurai.Produktivitas sekunder dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu produktivitas sekunder kotor dan produktivitas sekunder
bersih.Dengan demikian, semakin jauh kedudukannya dalam rantai makanan, maka
jumlah energinya adalah semakin kecil. Jumlah energi total yang terdapat pada
tingkat heterotrofik yang analog dengan produktivitas kotor pada tingkat
autotrofik sebaiknya disebut asimilasi dan bukan produksi, karena pada tingkat
ini memang organisme tidak melakukan produksi melainkan hanya mengassimilasi
saja (Resosoedarmo, dkk., 1985).
Menurut
Resosoedarmo, dkk (1985), hewan tidak
menggunakan semua biomassa yang mereka konsumsi. Beberapa lolos keluar melalui
feses dan ekskresi.Produksi kotor pada hewan (GSP) adalah jumlah energi atau
biomassa yang berasimilasi dikurangi energi atau biomassa dari kotoran.
Beberapa energi diasimilasi oleh hewan digunakan dalam respirasi, untuk
mendukung proses kehidupan, dan sisanya tersedia untuk membentuk biomassa baru
(NSP). Biomassa baru inilah yang kemudian tersedia ke tingkat trofik
berikutnya. Bila dirangkum maka:
NSP = GSP – R
Keterangan :
GSP : makanan
yang dimakan – ekskresi melalui feses
R : respirasi
Gambar
2. Produktivitas Sekunder
(Sumber: Nagle, 2010)
E.
Piramida Ekologi
Jumlah
energi kimiawi dalam makanan konsumen yang dikonversi menjadi biomassa baru
selama periode waktu tertentu disebut produksi sekunder ekosistem. Selama
produsen menyiapkan anggaran energi total dalam ekosistem, energi terus
melewati setiap tahapan pada jaring-jaring makanan. Pada saat melewati
jaring-jaring makanan, energi akan ditransfer dari tingkat trofik terendah
hingga tingkat trofik tertinggi. Tetapi sebagian besar energi yang diterima
akan hilang dan tidak membentuk biomassa (Sudarmadji, 2014).
Menurut
Sudarmadji (2014), pada sebagian besar ekosistem, herbivora hanya memakan
sebagian kecil materi tumbuhan yang dihasilkan. Contohnya saja produksi
sekunder pada ulat bulu.Ketika ulat bulu memakan daun tumbuhan, hanya sekitar
33 J dari 200 J atau seperenam energi di dalam daun yang digunakan untuk
produksi sekunder atau pertumbuhan.Ulat bulu menggunakan beberapa dari energi
yang tertinggal untuk respirasi selular dan membuang sisanya dalam feses.Energi
yang terkandung dalam feses bertahan di ekosistem untuk sementara, namun
sebagian besar hilang sebagai panas setelah dikonsumsi oleh detritivor.Energi
yang terkandung dalam respirasi selular ulat bulu juga hilang dari ekosistem
sebagai panas.Inilah alasannya energi dikatakan mengalir melalui bukan di daur
di dalam ekosistem.Hanya energi kimiawi yang disimpan oleh herbivor sebagai
biomassa (melalui pertumbuhan atau produksi keturunan) tersedia sebagi makanan
untuk konsumen sekunder.
Menurut
Resosoedarmo, dkk (1985), untuk
menggambarkan informasi tentang energi, biomassa, dan jumlah organisme di
tingkat trofik yang berbeda, ekologi menggunakan tiga jenis diagram, yaitu:
1.
Piramida Energi
Piramida
energi disebut juga piramida makanan, piramida ini menggambarkan energi yang
hilang dari tingkat trofi di bawah ke tingkat trofi di atasnya.Secara umum, rata-rata hanya 10 persen dari energi yang
tersedia pada tingkat trofik diubah menjadi biomassa di tingkat trofik
berikutnya yang lebih tinggi.Sisa energi sekitar 90 persen hilang dari
ekosistem sebagai panas.Jumlah energi yang tersedia
untuk konsumen tingkat atas lebih kecil dibandingkan dengan yang tersedia bagi
konsumen primer. Untuk alasan ini, dibutuhkan
banyak vegetasi untuk mendukung tingkat trofik yang lebih tinggi.Hal ini
menjelaskan mengapa kebanyakan rantai makanan terbatas tiga atau empat tingkat.
Karena tidak ada cukup energi di bagian atas piramida energi untuk mendukung
tingkat trofik lain. Misalnya, singa dan paus tidak memiliki predator alami,
sehingga energi yang tersimpan dalam populasi konsumen tingkat atas ini tidak
cukup untuk memberi makan lagi tingkat trofik lain
Gambar 3.
Piramida Energi
(Sumber: Nagle,
2010)
2. Piramida
Biomassa
Piramida biomassa merupakan biomassa yang sebenarnya
(massa kering dari semua organisme) di setiap tingkat trofik dalam suatu
ekosistem. Sebagian biomassa piramida menyempit tajam dari tingkat produsen di
dasar kepada konsumen tingkat atas di puncak. Transfer energi diantara tingkat-tingkat trofik sangat tidak efisien.
Tetapi, dalam ekosistem perairan tertentu, zooplankton (konsumen primer)
mengkonsumsi fitoplankton (produsen) sangat cepat. Akibatnya, zooplankton
memiliki massa yang lebih besar pada waktu tertentu dibandingkan fitoplankton.
Fitoplankton tumbuh dan berkembang biak pada tingkat
yang cepat yang mereka dapat mendukung populasi konsumen yang memiliki biomassa
yang lebih besar. Piramida biomassa untuk ekosistem ini akan muncul sebagai
piramida terbalik
Gambar 4.
Piramida Biomassa
(Sumber: Nagle,
2010)
3.
Piramida Jumlah
Piramida jumlah menggambarkan jumlah organisme
individu dalam setiap tingkat trofik suatu ekosistem.Piramida ini juga
berbentuk seperti piramida energi, dengan produsen yang ditemukan di dasar dan
tingkat tropik yang lebih tinggi pada tingkatan di atasnya.Piramida ini disusun
berdasarkan jumlah organismenya tanpa memperhatikan ukuran tubuhnya sehingga
dalam beberapa kasus jumlah produsen tercatat lebih sedikit jumlahnya
dibandingkan dengan konsumen, tetapi meskipun jumlahnya seidkit mampu memenuhi
kebutuhan energi konsumen sehingga terkadang menyebabkan bagian dasar piramida
berukuran kecil.
Gambar 5.
Piramida Jumlah
(Sumber: Nagle,
2010)
F.
Faktor-Faktor Mempengaruhi Produktivitas Primer
Produktivitas
suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu
menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis
maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi
perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun
eksosistem(Sudarmadji, 2014).
Menurut Campbell, et al (2008).
terjadinya perbedaan
produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya
faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam
pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim
dalam lingkungan.Produktivitas
pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa factor, sebagai berikut:
1. Suhu
Suhu
secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara
langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses
fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum
fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam
membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi
distribusi vertikal fitoplankton.
Adanya suhu
yang tinggi dan
konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi
tumbuh-tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya akan meningkatkan
produktivitas. Produktivitas
yang tinggi dan kontinu sepanjang
tahun tidak akan berlangsung jika hanya didukung oleh suhu yang tinggi. Banyak
wilayah lain di dunia yang memiliki suhu
yang jauh lebih
tinggi di banding
wilayah hutan hujan
tropis, tetapi memiliki produktivitas yang rendah.
2. Cahaya
Cahaya
merupakan sumber energi primer bagi ekosistem.Cahaya memiliki peran yang sangat
vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya
tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya.
Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama
penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis
yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer. Pada ekosistem
terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling
tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari
tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang.
3. Air
Air
merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air
merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi
air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa
serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan.Air memiliki siklus dalam
ekosistem.Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai atau perairan, dan air di
atmosfer dalam bentuk uap.Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh
sebagai air hujan.Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang
berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal
tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
4. Curah Hujan
Curah hujan yang tinggi
akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi oleh vegetasi rentan sekali
terhadap pencucian yang akan mengurangi
kesuburan tanah dengan cepat (Resosoedarmo, dkk., 1986). Sebagai salah satu faktor siklus hara dalam sistem,
pencucian adalah penyebab utama
hilangnya hara dari suatu ekosistem. Hara yang mudah sekali tercuci terutama
adalah Ca dan K.
5.
Kelembapan
Tingginya
kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme.
Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan
tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur hara yang
dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan
banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air
hujan.
6. Nutrien
Tumbuhan
membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang
relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya
penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organik merupakan faktor
pembatas yang penting bagi produktivitas.Produktivitas dapat menurun bahkan
berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat
dalam jumlah yang mencukupi.Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient
pembatas (limiting nutrient).Pada banyakekosistemnitrogen dan fosfor
merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2
kadang-kadang membatasi produktivitas.
7.
Tanah Potensi
Ketersedian hidrogen
yang tinggi pada tanah-tanah tropisdisebabkan oleh diproduksinya asam organik
secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah
dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon
dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O)
akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan
mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion
hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat
menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat
bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat
tercuci ke bawah melalui profil tanah.
8. Herbivora
Produktivitas vegetasi
darat dunia dikonsumsi oleh herbivora.
Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem
darat.Namun demikian, bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivora pada
produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui.Bahkan hubunga antar
herbivora dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di
mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat
mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya
optimum.
G.
Metode Perhitungan Produktivitas Primer
Menurut Odum (1993), produktivitas dapat
diukur selama beberapa periode waktu tertentu. Beberapa metode yang
sesungguhnya dapat digunakan untuk mengukur produktivitas, sebagai berikut:
1.
Metode Panen
Metode
panen merupakan cara mengukur produktivitas dengan memanen seluruh organ
vegetasi secara periodik menurut periode waktu yang dipilih. Hasil panen
kemudian dioven pada suhu 80oC sampai pada suatu saat bobotnya
konstan dan bobot ini dinyatakan sebagai bobot kering oven (g/m3/tahun).
2.
Mengukur Oksigen
Metode
pengukuran oksigen sering digunakan untuk menentukan produktivitas pada
vegetasi peairan.Metode ini menggunakan teknik botol terang dan gelap, jadi ada
dua botol yang satu tembus pandang yang satu lagi gelap.Kedua botol tersebut
diisi air dari danau pada kedalaman tertentu, kemudian ditutup dan
dipertahankan pada kedalaman selama waktu tertentu. Setelah itu dibawa ke
laboratorium untuk penentuan kadar O2 yang terdapat pada air
tersebut.
Penurunan
O2 pada botol yang gelap disebabkan oleh kegiatan respirasi,
sedangkan peningkatan O2 pada botol yang terang disebabkan oleh
kegiatan fotosintesis.Jumlah dari peningkatan O2 dalam botol terang
dengan penurunan O2 dalam botol gelap menyatakan produktivitas kotor,
sehingga selisih antara O2 dalam botol terang dengan O2
dalam botol gelap merupakan produktivitas bersih.
3.
Metode Karbon Dioksida
Metode
karbon dioksida dilakukan dengan memanfaatkan gas selama fotosintesis atau
pembebasannya selama respirasi yang diukur dengan analisis gas inframerah atau
dengan memasukkan gas melalui air Ba(OH)2 dan mentitrasikannya.
Dengan melakukan eksperimen di dalam kamar terang dan gelap kemudian dapat
dikeluarkan produksi bersih dan kotor.Di dalam suatu kamar yang diterangi, fotosintesis
dan respirasi berlagsung bersamaan dan CO2 yang muncul dari kamar
adalah gas atmosfer yang tidak terpakai ditambah gas yang berasal dari
respirasi bagian-bagian tumbuhan.Di dalam kamar gelap, semua gas CO2
disebabkan oleh respirasi. Dengan demikian, produktivitas bersih sama dengan
produktivitas kotor dikurangi respirasi.
4.
Metode Klorofil
Hubungan
antara klorofil total terhadap laju fotosintesis dikenal sebagi rasio asimilasi
atau laju produksi per gram klorofil. Jadi, rasio asimilasi merupakan perbandingan
antara bobot O2 yang dihasilkan per jam (g/jam) dibagi dengan bobot
klorofil (g). Pada ekosistem hutan besarnya rasio asimilasi adalah 0,4-4,0.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1.
Produktivitas biasanya
diartikan sebagai laju produksi zat organik dalam suatu ekosistem.
Produktivitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu produktivitas primer dan
produktivitas sekunder. Produktivitas primer dilakukan oleh produsen
(autotrof), produktivitas sekunder
dilakukan oleh konsumen (heterotrof).
2.
Produktivitas dibagi
menjadi dua macam yaitu produktivitas primer dan produktivitas sekunder.
Produktivitas primer adalah konversi energi surya sedangkan produktivitas
sekunder melibatkan makan atau penyerapan. Produktivitas primer tergantung pada
faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Produktivitas sekunder
tergantung pada jumlah makanan yang tersedia dan efisiensi konsumen mengubahnya
menjadi biomassa baru.
3.
Terjadinya perbedaan
produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya
faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam
pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim
dalam lingkungan. Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah suhu,
cahaya, air, nutrien, tanah, herbivora, jenis dan umur tumbuhan, dan peneduhan.
4.
Beberapa metode yang
dapat digunakan untuk mengukur produktivitas adalah metode panen, mengukur
oksigen, metode karbon dioksida dan metode klorofil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar