Halaman

Minggu, 17 Maret 2019

EKOLOGI TUMBUHAN PRODUKTIVITAS EKOSISTEM




EKOLOGI TUMBUHAN
PRODUKTIVITAS EKOSISTEM

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ekosistem merupakan sutau interaksi antara komponen hidup dan tak hidup.Organisme seperti hewan, tumbuhan, alga, fungi dan bakteri merupakan komponen hidup dalam ekosistem. Pengaruh fisik lingkungan seperti udara, air dan tanah merupakan komponen tak hidup dalam ekosistem. Komponen hidup dalam ekosistem dikenal dengan sebutan biotik, sedangkan komponen tak hidup seperti topografi dan kemiringan tanah dalam ekosistem disebut abiotik. Kedua komponen tersebut kemudian berinterkasi satu sama lain sehingga membentuk sebuah ekosistem (Nagle, 2010).
Organisme di dalam ekosistem membutuhkan energi untuk tumbuh, berkembang biak, dan bergerak. Namun dalam sebuah ekosistem ketersediaan energi sangatlah terbatas, sehingga dibutuhkan adanya pengaturan energi dalam ekosistem karena energi tersebut nantinya akan dibagi dalam tingkatan trofik yang berbeda. Sehingga banyak sedikitnya energi yang diterima kemudian akan mempengaruhi jenis dan jumlah organisme dalam ekosistem (Ramli, 1989).
Energi yang digunakan dalam kehidupan organisme dalam ekosistem berasal dari adanya sejumlah sinar matahari yang masuk ke dalam ekosistem. Energi cahaya matahari yang mencapai bumi kemudian ditangkap oleh tumbuhan dan produsen lain dan dirubah menjadi energi kimia melaui fotosintesis. Para produsen mengubah energi cahaya ini dengan energi kimia yang tersimpan dalam senyawa organik.Tingkat di mana produsen dalam ekosistem membangun biomassa disebut produktivitas primer (Ramli, 1989).

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
1.    Apa pengertian produktivitas?
2.    Apa saja jenis-jenis produktivitas?
3.    Apa saja faktor yang mempengaruhi produktivitas?
4.    Bagaimana metode pengukuran produktivitas ekosistem?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.    Mengetahui pengertian produktivitas.
2.    Mengetahui jenis-jenis produktivitas.
3.    Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas.
4.    Mengetahui metode pengukuran produktivitas ekosistem.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Produktivitas
Produktivitas merupakan laju produksi zat organik dalam suatu ekosistem. Proses ini biasanya dimulai dari kegiatan mengkonversi energi sinar matahari menjadai zat-zat organik melalui proses fotosintesis pada tumbuhan hijau. Setiap ekosistem baik daratan maupun perairan terdapat organisme hidup dan benda mati (lingkungan abiotik) yang menunjang proses kehidupan. Proses kehidupan di alam tersebut merupakan kejadian yang mengubah bentuk energi pada berbagai komponen ekosistem. Proses-proses yang terlibat dalam pengubahan energi dalam ekosistem meliputi proses metabolisme, aliran energi pada berbagai tingkat trofik, dan siklus biogeokimia(Chapman & Reiss, 1997).
Proses metabolisme merupakan proses fisiologi yang terdapat pada tubuh organisme hidup. Metabolisme meliputi anabolisme yaitu proses penyusunan kimiawi yang dilakukan melalui kegiatan fotosintesis dan katabolisme yaitu proses pembongkaran energi yang tersimpan dalam zat-zat kimia hasil anabolisme. Hasil dari proses metabolisme adalah pertumbuhan dan penambahan biomassa, dan penimbunan biomassa itu disebut produksi (Odum, 1993).
Produksi selama periode waktu tertentu disebut produktivitas.Baik produksi maupun produktivitas kedua-duanya secara umum berhubungan dengan biomassa pada tingkat trofik tertentu.Pada suatu ekosistem dikenal adanya produsen dan konsumen, sehingga juga dikenal adanya produktivitas oleh produsen dan produktivitas oleh konsumen. Produktivitas pada aras konsumen disebut produktivitas primer (dasar), sedangkan pada aras konsumen disebut produktivitas sekunder(Kendeigh, 1980).
Produktivitas primer adalah laju penambatan energi oleh produsen melalui proses fotosintesis. Produksi primer dari suatu ekosistem berasal dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berdaun hijau dengan pengikatan energi yang berasal dari cahaya matahari. Secara kimia proses fotosintesis merupakan reaksi oksidasi-reduksi (redoks) meliputi penyimpanan bagian dari energi cahaya matahari sebatas energi potensial(Djumara, 2007).
Produksi primer yang menumpuk pada produsen atau tumbuhan selama suatu periode tertentu merupakan biomasa tumbuhan. Sebagian dari biomasa ini akan diganti melalui proses dekomposisi dan sebagian lagi tetap disimpan dalam waktu yang lebih lama sebagai materi yang berdaur hidup (life cycle). Jumlah akumulasi materi organik yang hidup pada suatu waktu disebut Standing Crop Biomass (biomasa hasil bawaan).Dengan demikian jelas bahwa biomassa berbeda dengan produksi (produktivitas).Produktivitas komunitas bersih merupakan laju penyimpanan materi organik oleh produsen, yang tidak digunakan (dimakan) oleh heterotrof (herbivora).Jadi produktivitas komunitas bersih merupakan sisa produktivitas primer sesudah dikurangi yang digunakan (dikonsumsi) oleh herbivora (Djumara, 2007).
Produktivitas biologis merupakan hasil yang terus-menerus dihasilkan oleh komunitas biologi sehingga perlu dinyatakan dalam satuan waktu.Misalnya produksi zat makanan per hari atau per tahun. Produktivitas dapat digunakan untuk mengukur kekayaan atau kesuburan suatu komunitas atau suatu ekosistem. Suatu contoh padang rumput yang subur, tetapi sering dimakan oleh hewan herbivora akan mempunyai biomassa yang lebih kecil daripada rumput yang tidak dimakan hewan.Berbagai ekosistem mempunyai produktivitas yang tidak sama. Hal ini sangat berkaitan dengan faktor lingkungan seperti iklim, topografi, sifat tanah, letak geografis, air dan ketinggian suatu tempat dari permukaan laut (Resosoedarmo, dkk., 1985).

B.     Jenis-Jenis Produktivitas
Produktivitas dalam ekosistemdidefinisikan sebagai laju produksi per satuan waktu.Produktivitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu produktivitas primer dan produktivitas sekunder.Produktivitas primer dilakukan oleh produsen (autotrof) yaitu menghasilkan energi atau biomassa per satuan luas per satuan waktu. Produktivitas sekunder yaitu biomassa yang diperoleh oleh organisme heterotrofik, melalui proses makan dan penyerapan yang diukur dalam satuan massa atau energi per satuan luas per satuan waktu(Resosoedarmo, dkk., 1985).
Produktivitas primer adalah konversi energi surya sedangkan produktivitas sekunder melibatkan makan atau penyerapan.Produktivitas primer tergantung pada jumlah sinar matahari, kemampuan produsen untuk menggunakan energi untuk mensintesis senyawa organik, dan ketersediaan faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (misalnya mineral dan nutrisi).Produktivitas sekunder tergantung pada jumlah makanan yang tersedia dan efisiensi konsumen mengubahnya menjadi biomassa baru (Djumara, 2007).
MenurutDjumara, (2007), produksi primer tertinggi terjadi apabila kondisi untuk pertumbuhan optimal, dimana ada tingkat insolasi yang tinggi, air yang cukup, suhu hangat, dan tingkat gizi yang tinggi. Misalnya, hutan hujan tropis memiliki curah hujan tinggi dan hangat sepanjang tahun sehingga mereka memiliki musim tanam konstan dan produktivitas yang tinggi. Gurun memiliki curah hujan yang rendah sehingga akan membatasi pertumbuhan tanaman. Estuaria menerima sedimen yang mengandung nutrisi dari sungai, karena dangkal, ringan dan hangat sehingga memiliki produktivitas yang tinggi. Lautan gelap di bawah permukaan akan membatasi produktivitas tanaman karena kurangnya faktor cahaya dan suhu yang kurang optimal.

C.    Produktivitas Primer
Setiap ekosistem atau komunitas atau bagian-bagian lain dalam organisasi makhluk hidup memiliki produktivitas.Kecepatan energi radiasi matahari yang diubah oleh tumbuhan hijau menjadi energi kimia dikenal sebagai produktivitas primer. Produktivitas primer merupakan kecepatan energi radiasi matahari yang disimpan melalui aktivitas fotosintesis dan kemosintesis oleh organisme produsen dalam bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan  (Vickery, 1984).
Menurut Resosoedarmo, dkk (1986), produktivitas primer digolongkan menjadi dua macam:
1.    Poduktivitas primer kotor, merupakan kecepatan total fotosintesis yang mencakup bahan organik yang digunakan dalam respirasi atau pernapasan selama periode pengukuran atau dapat diartikan sebagai fotosintesis total.
2.    Produktivitas primer bersih, merupakan kecepatan penyimpanan bahan organik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik yang sebagian telah dipakai untuk respirasi tumbuhan selama proses pengukuran atau disebut juga fotosintesis bersih.
Aliran energi melalui komunitas yang dimulai dari fiksasi cahaya matahari oleh tumbuhan hijau yaitu proses pengiriman energi. Tumbuhan mengandalkan makanan simpanan yang berupa energi dalam biji sampai musim berproduksi.Energi yang diakumulasi oleh tumbuhan hijau disebut produksi atau disebut juga produksi primer.Kecepatan penyimpanan yang diwujudkan oleh aktivitas fotosintesis disebut produktivitas primer. Seperti halnya organisme lain, tumbuhan membutuhkan energi untuk berproduksi dan pemeliharaan kehidupannya. Energi yang tinggal sesudah proses respirasi disimpan sebagai bahan organik disebut produksi primer bersih atau pertumbuhan tumbuhan (Sudarmadji, 2014).
Menurut Sudarmadji (2014), produksi primer total dalam suatu ekositem dikenal sebagai produksi primer kotor (PPK-gross primary production, GPP) ekositem tersebut, jumlah energi cahaya yang dikonversi menjadi energi kimiawi melalui fotosintesis per satuan waktu. Tidak semua produksi ini disimpan sebagai material organik di dalam produsen-produsen primer karena mereka menggunakan beberapa molekul sebagai bahan bakar pada respirasi selulernya sendiri. Produksi primer bersih (PPB-net primary production, NPP) sebanding dengan produksi primer kotor dikurangi dengan energi yang digugnakan oleh produsen primer untuk respirasi (R) :

PPB = PPK – R
Gambar 1. Produktivitas primer
(Sumber: Nagle, 2010)

Pada banyak ekosistem, PPB adalah sekitar separuh PPK. Produksi primer bersih merupakan besaran kunci karena mempresentasikan penyimpanan energi kimia yang akan tersedia bagi konsumen dalam ekosistem. PPB dapat dinyatakan sebagai energi persatuan luas per satuan waktu (J/m2/tahun) atau sebagai biomassa yang ditambahkan ke ekosistem per satuan luas per satuan waktu (g/ m2/tahun) (Campbell, et al., 2008).
Produksi primer bersih mengumpul sepanjang waktu sebagai biomassa tumbuhan. Bagian dari akumulasi tersebut mengalami proses pembalikan melalui dekomosisi, sedangkan yang tetap sepanjang waktu dikenal sebagai materi hidup. Akumulasi bahan organik hidup yang terdapat pada suatu area dan suatu saat tertentu dikenal sebagai biomassa saat itu (standing crop biomassa).Biomassa biasanya dikatakan sebagai gram berat kering bahan organik per satuan luas (contoh gram per m2 atau kg per ha, atau kalori per m2). Jadi biomassa organiknya disusun dari fotosintesis, sedangkan biomassa ada pada suatu saat tertentu adalah tidak sama dengan produksi dan tidak berarti bahwa biomassa yang tinggi berpengaruh pada produksi tinggi (Sudarmadji, 2014).

D.    Produktivitas Sekunder
Produktivitas sekunder merupakan kecepatan menyimpan energi potensial ke dalam tingkatan trofik konsumen atau makhluk pengurai.Produktivitas sekunder dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu produktivitas sekunder kotor dan produktivitas sekunder bersih.Dengan demikian, semakin jauh kedudukannya dalam rantai makanan, maka jumlah energinya adalah semakin kecil. Jumlah energi total yang terdapat pada tingkat heterotrofik yang analog dengan produktivitas kotor pada tingkat autotrofik sebaiknya disebut asimilasi dan bukan produksi, karena pada tingkat ini memang organisme tidak melakukan produksi melainkan hanya mengassimilasi saja (Resosoedarmo, dkk., 1985).
Menurut Resosoedarmo, dkk (1985), hewan tidak menggunakan semua biomassa yang mereka konsumsi. Beberapa lolos keluar melalui feses dan ekskresi.Produksi kotor pada hewan (GSP) adalah jumlah energi atau biomassa yang berasimilasi dikurangi energi atau biomassa dari kotoran. Beberapa energi diasimilasi oleh hewan digunakan dalam respirasi, untuk mendukung proses kehidupan, dan sisanya tersedia untuk membentuk biomassa baru (NSP). Biomassa baru inilah yang kemudian tersedia ke tingkat trofik berikutnya. Bila dirangkum maka:
NSP = GSP – R
Keterangan :
GSP : makanan yang dimakan – ekskresi melalui feses 
R      :  respirasi
Gambar 2. Produktivitas Sekunder
(Sumber: Nagle, 2010)



E.     Piramida Ekologi
Jumlah energi kimiawi dalam makanan konsumen yang dikonversi menjadi biomassa baru selama periode waktu tertentu disebut produksi sekunder ekosistem. Selama produsen menyiapkan anggaran energi total dalam ekosistem, energi terus melewati setiap tahapan pada jaring-jaring makanan. Pada saat melewati jaring-jaring makanan, energi akan ditransfer dari tingkat trofik terendah hingga tingkat trofik tertinggi. Tetapi sebagian besar energi yang diterima akan hilang dan tidak membentuk biomassa (Sudarmadji, 2014).
Menurut Sudarmadji (2014), pada sebagian besar ekosistem, herbivora hanya memakan sebagian kecil materi tumbuhan yang dihasilkan. Contohnya saja produksi sekunder pada ulat bulu.Ketika ulat bulu memakan daun tumbuhan, hanya sekitar 33 J dari 200 J atau seperenam energi di dalam daun yang digunakan untuk produksi sekunder atau pertumbuhan.Ulat bulu menggunakan beberapa dari energi yang tertinggal untuk respirasi selular dan membuang sisanya dalam feses.Energi yang terkandung dalam feses bertahan di ekosistem untuk sementara, namun sebagian besar hilang sebagai panas setelah dikonsumsi oleh detritivor.Energi yang terkandung dalam respirasi selular ulat bulu juga hilang dari ekosistem sebagai panas.Inilah alasannya energi dikatakan mengalir melalui bukan di daur di dalam ekosistem.Hanya energi kimiawi yang disimpan oleh herbivor sebagai biomassa (melalui pertumbuhan atau produksi keturunan) tersedia sebagi makanan untuk konsumen sekunder.
Menurut Resosoedarmo, dkk (1985), untuk menggambarkan informasi tentang energi, biomassa, dan jumlah organisme di tingkat trofik yang berbeda, ekologi menggunakan tiga jenis diagram, yaitu:
1.    Piramida Energi
Piramida energi disebut juga piramida makanan, piramida ini menggambarkan energi yang hilang dari tingkat trofi di bawah ke tingkat trofi di atasnya.Secara umum, rata-rata hanya 10 persen dari energi yang tersedia pada tingkat trofik diubah menjadi biomassa di tingkat trofik berikutnya yang lebih tinggi.Sisa energi sekitar 90 persen hilang dari ekosistem sebagai panas.Jumlah energi yang tersedia untuk konsumen tingkat atas lebih kecil dibandingkan dengan yang tersedia bagi konsumen primer. Untuk alasan ini, dibutuhkan banyak vegetasi untuk mendukung tingkat trofik yang lebih tinggi.Hal ini menjelaskan mengapa kebanyakan rantai makanan terbatas tiga atau empat tingkat. Karena tidak ada cukup energi di bagian atas piramida energi untuk mendukung tingkat trofik lain. Misalnya, singa dan paus tidak memiliki predator alami, sehingga energi yang tersimpan dalam populasi konsumen tingkat atas ini tidak cukup untuk memberi makan lagi tingkat trofik lain
Gambar 3. Piramida Energi
(Sumber: Nagle, 2010)

2.    Piramida Biomassa
Piramida biomassa merupakan biomassa yang sebenarnya (massa kering dari semua organisme) di setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem. Sebagian biomassa piramida menyempit tajam dari tingkat produsen di dasar kepada konsumen tingkat atas di puncak. Transfer energi diantara tingkat-tingkat trofik sangat tidak efisien. Tetapi, dalam ekosistem perairan tertentu, zooplankton (konsumen primer) mengkonsumsi fitoplankton (produsen) sangat cepat. Akibatnya, zooplankton memiliki massa yang lebih besar pada waktu tertentu dibandingkan fitoplankton.
Fitoplankton tumbuh dan berkembang biak pada tingkat yang cepat yang mereka dapat mendukung populasi konsumen yang memiliki biomassa yang lebih besar. Piramida biomassa untuk ekosistem ini akan muncul sebagai piramida terbalik
Gambar 4. Piramida Biomassa
(Sumber: Nagle, 2010)
3.    Piramida Jumlah
Piramida jumlah menggambarkan jumlah organisme individu dalam setiap tingkat trofik suatu ekosistem.Piramida ini juga berbentuk seperti piramida energi, dengan produsen yang ditemukan di dasar dan tingkat tropik yang lebih tinggi pada tingkatan di atasnya.Piramida ini disusun berdasarkan jumlah organismenya tanpa memperhatikan ukuran tubuhnya sehingga dalam beberapa kasus jumlah produsen tercatat lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan konsumen, tetapi meskipun jumlahnya seidkit mampu memenuhi kebutuhan energi konsumen sehingga terkadang menyebabkan bagian dasar piramida berukuran kecil.
Gambar 5. Piramida Jumlah
(Sumber: Nagle, 2010)

F.     Faktor-Faktor Mempengaruhi Produktivitas Primer
Produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem(Sudarmadji, 2014).
Menurut Campbell, et al (2008). terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa factor, sebagai berikut:
1.    Suhu
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
Adanya  suhu  yang  tinggi  dan  konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuh-tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas. Produktivitas yang tinggi dan kontinu sepanjang tahun tidak akan berlangsung jika hanya didukung oleh suhu yang tinggi. Banyak wilayah lain di dunia yang  memiliki  suhu  yang  jauh  lebih  tinggi  di  banding  wilayah  hutan  hujan  tropis, tetapi memiliki produktivitas yang rendah.
2.    Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem.Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer. Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang.
3.    Air
Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan.Air memiliki siklus dalam ekosistem.Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai atau perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap.Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan.Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
4.    Curah Hujan
Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi oleh vegetasi rentan sekali terhadap pencucian yang  akan mengurangi kesuburan tanah dengan cepat (Resosoedarmo, dkk., 1986). Sebagai salah satu faktor siklus hara dalam sistem, pencucian  adalah penyebab utama hilangnya hara dari suatu ekosistem. Hara yang mudah sekali tercuci terutama adalah Ca dan K.
5.    Kelembapan
Tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan.
6.    Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas.Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi.Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient).Pada banyakekosistemnitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
7.    Tanah Potensi
Ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropisdisebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah.
8.    Herbivora
Produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat.Namun demikian, bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivora pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui.Bahkan hubunga antar herbivora dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum. 

G.    Metode Perhitungan Produktivitas Primer
Menurut Odum (1993), produktivitas dapat diukur selama beberapa periode waktu tertentu. Beberapa metode yang sesungguhnya dapat digunakan untuk mengukur produktivitas, sebagai berikut:
1.    Metode Panen
Metode panen merupakan cara mengukur produktivitas dengan memanen seluruh organ vegetasi secara periodik menurut periode waktu yang dipilih. Hasil panen kemudian dioven pada suhu 80oC sampai pada suatu saat bobotnya konstan dan bobot ini dinyatakan sebagai bobot kering oven (g/m3/tahun).
2.    Mengukur Oksigen
Metode pengukuran oksigen sering digunakan untuk menentukan produktivitas pada vegetasi peairan.Metode ini menggunakan teknik botol terang dan gelap, jadi ada dua botol yang satu tembus pandang yang satu lagi gelap.Kedua botol tersebut diisi air dari danau pada kedalaman tertentu, kemudian ditutup dan dipertahankan pada kedalaman selama waktu tertentu. Setelah itu dibawa ke laboratorium untuk penentuan kadar O2 yang terdapat pada air tersebut.
Penurunan O2 pada botol yang gelap disebabkan oleh kegiatan respirasi, sedangkan peningkatan O2 pada botol yang terang disebabkan oleh kegiatan fotosintesis.Jumlah dari peningkatan O2 dalam botol terang dengan penurunan O2 dalam botol gelap menyatakan produktivitas kotor, sehingga selisih antara O2 dalam botol terang dengan O2 dalam botol gelap merupakan produktivitas bersih.
3.    Metode Karbon Dioksida
Metode karbon dioksida dilakukan dengan memanfaatkan gas selama fotosintesis atau pembebasannya selama respirasi yang diukur dengan analisis gas inframerah atau dengan memasukkan gas melalui air Ba(OH)2 dan mentitrasikannya. Dengan melakukan eksperimen di dalam kamar terang dan gelap kemudian dapat dikeluarkan produksi bersih dan kotor.Di dalam suatu kamar yang diterangi, fotosintesis dan respirasi berlagsung bersamaan dan CO2 yang muncul dari kamar adalah gas atmosfer yang tidak terpakai ditambah gas yang berasal dari respirasi bagian-bagian tumbuhan.Di dalam kamar gelap, semua gas CO2 disebabkan oleh respirasi. Dengan demikian, produktivitas bersih sama dengan produktivitas kotor dikurangi respirasi.
4.    Metode Klorofil
Hubungan antara klorofil total terhadap laju fotosintesis dikenal sebagi rasio asimilasi atau laju produksi per gram klorofil. Jadi, rasio asimilasi merupakan perbandingan antara bobot O2 yang dihasilkan per jam (g/jam) dibagi dengan bobot klorofil (g). Pada ekosistem hutan besarnya rasio asimilasi adalah 0,4-4,0.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1.    Produktivitas biasanya diartikan sebagai laju produksi zat organik dalam suatu ekosistem. Produktivitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu produktivitas primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer dilakukan oleh produsen (autotrof),  produktivitas sekunder dilakukan oleh konsumen (heterotrof).
2.    Produktivitas dibagi menjadi dua macam yaitu produktivitas primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer adalah konversi energi surya sedangkan produktivitas sekunder melibatkan makan atau penyerapan. Produktivitas primer tergantung pada faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Produktivitas sekunder tergantung pada jumlah makanan yang tersedia dan efisiensi konsumen mengubahnya menjadi biomassa baru.
3.    Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah suhu, cahaya, air, nutrien, tanah, herbivora, jenis dan umur tumbuhan, dan peneduhan.
4.    Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur produktivitas adalah metode panen, mengukur oksigen, metode karbon dioksida dan metode klorofil.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar