Halaman

Kamis, 14 Maret 2019

ETOS KERJA DALAM KONSEP ISLAM



           
             Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja ini.
            Dalam suatu ungkapan dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.”
          Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi. Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
A)    Pengertian Etos Kerja
            Ethos berasal dari bahasa Yunani yang  berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas  sesuatu.Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta  sistem nilai yang diyakininya.
            Kerja adalah suatu aktivitas yang menghasilkan suatu karya. Karya yang dimaksud, berupa segala yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan, dan selalu berusaha menciptakan karya-karya lainnya.
            Etos Kerja adalah sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh.
                  B)   Prinsip Dasar Etos Kerja dalam Islam
      1.    Bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan) baik dari jenis pekerjaan maupun cara menjalankannya. Dicontohkan orang yang berprofesi sebagai pedagang ikan di pasar. Namun jika pedagang tersebut melakukan hal-hal yang tidak baik (membayakan orang lain) misalkan menjual ikan berformalin, maka dapat dikatakan profesi yang semula halal menjadi haram (‘haram lighairihi’). Berbeda dengan orang yang berprofesi menjadi PSK. Mau dengan alasan apapun tetap profesi PSK adalah haram (‘haram lidzatihi’)
      2.    Bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah). Sebagai orang beriman dilarang menjadi beban orang lain (benalu). Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim).
      3.    Bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Karena memenuhi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain, tidak dapat diwakilkan, dan melaksanakannya juga termasuk dalam jihad. Hadis Rasulullah menyebutkan “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu Majah).
      4.    Bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari segala penderitaan di lingkungan sekitar.

اِعْـمَـلْ لِـدُنْـيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِـيْشُ اَبَـدًا وَاعْـمَـلْ لِاخِـرَتِكَ كَأَنَّكَ تَـمُوْتُ غَـدًا  رواه  الـبيهقى
Artinya : “Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok pagi”.QS. HR. Al Baihaqi
Nilai-nilai etos kerja yang harus dijunjung tinggi :
      ·         Kejujuran dan kesungguhan dalam menyelesaikan tugas
      ·         Kebersamaan dalam kelompok. Yaitu mengutamakan kepentingan kelompok dari pada   kepentingan anggota kelompok.
      ·         Menghindari persaingan dalam kelompok.
      ·         Memandang teman-teman sekerja sebagai teman seperjuangan
      ·         Keserasian organisasi, yaitu hubungan antar anggota organisasi baik pimpinan dengan pimpinan, pimpinan dengan bawahan, bawahan dengan bawahan harus serasi dan selaras. Semua anggota organisi wajib menjaga keserasian tersebut.

      C)   Ciri-ciri Orang yang Memiliki Etos Kerja yang Tinggi
            Ciri-ciri orang yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya, diantaranya:
· Orientasi ke masa depan. Artinya semua kegiatan harus di rencanakan dan di perhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang, lebih-lebih keadaan di masa lalu. Untuk itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok.
· Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu. Kerja santai, tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan dengan nilai Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun) dan membina komunikasi sosial.
· Bertanggung jawab.
Semua masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung jawab, baik kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan ke atas, dan melemparkan kesalahan di bawah
· Hemat dan sederhana. Seseorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari marathon lintas alam yang harus berlari jauh maka akan tampak dari cara hidupnya yang sangat efesien dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya. Dia menjauhkan sikap boros, karena boros adalah sikapnya setan.
· Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat.
Setiap orang atau kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan
itu harus di capai secara wajar tanpa merugikan orang lain.

      D)   Etika Etos Kerja dalam Islam
      ·         Pertama, melakukan pekerjaan dengan baik.
Di dalam al-Quran Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah [2] : 172).
Dalam memilih seseorang untuk diserahi suatu tugas, Rasulullah saw melakukannya secara selektif, di antaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan, dan kedalaman ilmunya. Beliau juga selalu mengajak mereka agar tekun dalam menunaikan pekerjaan.
      ·         Kedua, takwa dalam melakukan pekerjaan.
 “…. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah [2] : 197).
Kerja mempunyai etika yang harus selalu diikutsertakan di dalamnya, oleh karena kerja merupakan bukti adanya iman dan parameter bagi pahala dan siksa. Hendaknya para pekerja dapat meningkatkan tujuan akhirat dari pekerjaan yang mereka lakukan, dalam arti bukan sekedar memperoleh upah dan imbalan, karena tujuan utama kerja adalah demi memperoleh keridhaan Allah SWT sekaligus berkhidmat kepada umat. Etika bekerja yang disertai dengan ketakwaan merupakan tuntunan Islam.
      ·         Ketiga, adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah, tidak menipu, merampas, mengabaikan sesuatu, dan semena-mena.
Pekerja harus memiliki komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan kewajiban-kewajiban Allah, seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Di samping itu, mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja sehingga menjadi suatu tradisi kerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip agama.
      ·         Keempat, adanya keterikatan individu terhadap diri dan kerja yang menjadi tanggung jawabnya.
Sikap ini muncul dari iman dan rasa takut individu terhadap Allah. Kesadaran ketuhanan dan spiritualitasnya mampu melahirkan sikap-sikap kerja positif. Kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun, serta akan menghisab seluruh amal perbuatannya secara adil dan fair, kemudian akan membalasnya dengan pahala atau siksaan di dunia.
      ·         Kelima, berusaha dengan cara halal dalam seluruh jenis pekerjaan.
Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Baik, mencintai yang baik, dan tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sesuatu yang diperintahkan kepada para utusan-Nya.” (H.R Muslim dan Tirmidzi).
Mencari yang halal adalah wajib bagi setiap muslim.” (H.R Ath Thabrani)
      ·         Keenam, dilarang memaksakan (memforsir) seseorang, alat-alat produksi, atau binatang dalam bekerja.
Semua harus dipekerjakan secara proporsional dan wajar, misalnya tidak boleh mempekerjakan buruh atau hewan secara zhalim. Termasuk didalamnya penggunaan alat-alat produksi secara terus menerus. Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak atas dirimu.”
Para ahli fiqih telah menegaskan pentingnya kasih sayang terhadap para pekerja dan hewan yang dipekerjakan. Mereka yang sadar amat memperhitungkan beban yang semestinya dipikul oleh para pekerja. Mereka melarang membebani binatang diluar kekuatannya. Mereka menyuruh para pekerja menurunkan barang-barang muatan dari atas punggung hewan yang mengangkutnya jika sedang istirahat, agar tidak membahayakan. Demikian pula terhadap alat-alat produksi.
      ·         Ketujuh, Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah.
Dalam bekerja tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam seperti memeras bahan-bahan minuman keras, sebagai pencatat riba, pelayan bar, pekerja seks komersial (PSK), Narkoba, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh kejahatan seperti membunuh orang dan sebagainya.
Rasulullah saw bersabda :
Tidak ada ketaatan terhadap makhluk untuk mendurhakai Sang Pencipta.” (HR. Ahmad bin Hambal dalam Musnad-Nya dan Hakim dalam Al Mustadraknya, kategori hadits shahih).
      ·         Kedelapan, kuat dan dapat dipercaya (jujur) dalam bekerja.
Baik pekerja pemerintah, swasta, bekerja pada diri sendiri, ataukah di umara, para hakim, para wali rakyat, maupun para pekerja biasa, mereka adalah orang-orang yang disebut “pegawai tetap”. Begitupun kelompok pekerja lain, seperti tukang sepatu, penjahit, dan lainnya ; atau para pedagang barang-barang seperti beras; atau para petani, mereka juga harus dapat dipercaya dan kuat, khususnya mereka mandiri dalam kategori terakhir.
      ·         Kesembilan, bekerja secara profesional (ahli).
Aspek profesionalisme ini amat penting bagi seorang pekerja. Maksudnya adalah kemampuan untuk memahami dan melaksankan pekerjaan sesuai dengan prinsipnya (keahlian). Pekerja tidak cukup hanya dengan memegang teguh sifat-sifat amanah, kuat, berakhlaq dan bertakwa, namun dia harus pula mengerti dan menguasai benar pekerjaannnya.
Umar ra. sendiri pernah mempekerjakan orang dan beliau memilih dari mereka orang-orang yang profesional dalam bidangnya. Bahkan Rasulullah saw mengingatkan: “Bila suatu pekerjaan tidak diserahkan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (al-Hadits)
E). Contoh etos kerja dalam islam
  1. Dalam hal melakukan pekerjaan tidak melupakan shalat 5 waktu
  2. Bertanggung jawab dalam hal pekerjaan yang diembang
  3. Melakukan pekerjaan dengan niat yang ikhlas
  4. Tidak menjual barang/benda yang dilarang.
  5. Tidak menunda-nunda suatu pekerjaan
  6. Bekerja dengan teliti serta tepat waktu
  7. Bekerja dengan jujur/tidak curang
  8. Tidak mudah putus asa
  9. Memulai suatu pekerjaan dengan basmallah dan diakhiri dengan hamdalah
  10. dan lain lain


Tidak ada komentar:

Posting Komentar