Halaman

Kamis, 14 Maret 2019

“Aktualisasi Diri Dalam Bidang Pendidikan Dengan Perspektif Humanistik”



Magdalena Aini
Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Raden Fatah Palembang

Abstrak
Tulisan ini dibuat bertujuan untuk menerapkan teori mengetahui aktualisasi diri pada bidang pendidikan yang dilihat dari perspektif humanistik. Teori maslow mengenai aktualisasi diri merupakan keinginan untuk menggunakan semua kemampuan dirinya untuk mencapai apapun yang diinginkan dan yang di lakukan. Tujuan dari penulisan ini ialah untuk mengetahui adanya  peranan pendidik dalam membantu mahasiswa maupun siswa untuk megaktualisasikan dirinya. Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan prestasi akademik dan memperbesar visi mereka. Motivasi dari pendidik pun diperlukan dalam memberi pengetahuan kepada peserta didik. Dalam hal ini saya akan menjelaskan lebih jauh aktualisasi diri dalam bidang pendidikan dengan perspektif humanistik.

Kata kunci : humanistik, maslow, aktulisasi diri, motivasi,
        pendidikan.







A.     Pendahuluan
Pendidikan merupakan proses seumur hidup yang dimulai dari buaian hingga berlangsung seumur hidup. Pendidikan dan pengetahuan yang memadai tidak hanya memegang kuat individu di rumah maupun dalam masyarakat secara keseluruhan, tetapi lebih menyediakan kekuatan untuk mempertahankan posisi terhadap setiap rintangan hidup.
Pendidikan merupakan rute dimana individu dapat mencapai kebutuhan harga diri, dengan cara mengekspresikan diri mereka sendiri, dan akibatnya memiliki cinta dan kebutuhan, melalui tujuan dalam masyarakat yang keduanya merupakan komponen penting dari himanisme (Dollarhide, 2012). Individu ynag terlibat dalam proses belajar sepanjang hayat dapat meningkatkan kemungkinan untuk mencapai aktualisasi ini (Akcay & Akyol 2014 : Ryu,2010).
Pespektif humanistik memiliki pandangan yang optimis mengenai sifat manusia dan telah dikaitkan dengan karakteristik yang mendasar dari evolusi manusia (Franzenburg, 2009; Lawrence & Pirson, 2015). Pendekatan cognitive untuk perilaku manusia terbatas pada data yang diperoleh melalui ekperimen terkontrol yang dihasilkan, meskipun telah populer dalam menjelaskan tentang perilaku manusia itu sendiri sejak tahun 1950-an (Suthakaran, 2012).
Psikologi humanistik merupakan pendekatan psikologi yang menekankan kehendak bebas, pertumbuhan pribadi serta kemampuan untuk merealisasikan potensi manusia. Menurut teori abraham Maslow orang yang seluruh kebutuhannya terpenuhi adalah orang yang sehat dan seseorang dengan satu atau lebih kebutuhannya yang tidak terpenuhi merupakan orang yang sakit atau tidak sehat. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.
Secara singkat pendekatan humanistik menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus kepada potensi yang dimiliki manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengambangkan kemampuan tersebut. Dalam hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial manusia dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya kemampuan diri, menikmati hidup dan juga lingkungan sekitar. Kemampuan dan keterampilan dalam membangun diri secara positif sangat penting dalam pendidikan karena memiliki keterkaitan dengan keberhasilanan dalam akademik.

B.     Aktualisasi diri
Motivasi pendidikan dapat disalahpahami sebagai keinginan untuk mendapatkan kekayaan dimasa mendatang atau persetujuan dari orang-orang sebagai hal yang mengesankan. Tingkat pendidikan yang tinggi memiliki keuntungan dalam hubungan interpersonal dan kesejahteraan masyarakat tertentu saat emberikan makna bagi kehidupan individu (Maslow, 1970; Otwey & Carnelley, 2013) menyoroti bahwa pentingnya pengalaman awal dalam pengembangan individu dan stabilitas kepribadian, pertumbuhan pribadi dikaitkan dengan timbal balik cinta dan rasa hormat sejak usia dini. Aktualisasi diri membutuhkan tingkat kematangan yang biasa ditemukan pada mereka yang melakukan pembelajaran seumur hidup. Selsain itu, individu yang mencari makna dan pemahaman dalam ketidakpuasan dihadapkan pada situasi kehidupan yang mungkin akan termotivasi oleh kebutuhan aktualisasi diri (frana, 2013; Huss & Magos, 2014).
Aktualisasi diri mengacu pada keinginan untuk pemenuhan diri, keinginan untuk menjadi lebih, dan keinginan seseorang untuk perbaikan diri, atau pun penggunaan aktual dari potensi diri, bakat dan kapasitas diri. Aktualisasi diri dalam rana pendidikan memiliki tujuan utama sebagai pengembangan dari semua fasilitas bawaan pada diri individu yang mengarah ke pembangunan diri yang harmonis dari kepribadiannya.
Penerapan teori maslow dalam bidang pendidikan memiliki dampak yang besar dan setiap tingkatannya dapat diterapkan untuk manfaat pendidikan yang lebih baik bagi siswa (Anviti Rhawat, 2016). Tanggung jawab guru dalam membimbing siswa terhadap pertumbuhan pribadi memiliki peran besar dengan menggunakan prinsip-prinsip teori ini untuk praktek. Hal ini sejalan dengan pendapat (AW Combs, 1984) yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan harus aktualisasi diri, pengembangan warga yang bersedia untuk melayani umat manusia dan pembangunan bangsa. Hal ini tidak hanya berfokus pada sistem pendidikan yang kuat tetapi juga untuk bangsa yang kuat. Dengan begitu saat sektor pendidikan bisa mempunyai mayoritas aktualisasi diri yang tinggi dan guru memberi kebebasan diri maka rata-rata orang akan menghasilkan sumber daya manusia yang efektif untuk setiap sektor pembangunan negara.
Dengan dukungan yang diberikan oleh para pendidik maka siswa akan lebih mudah dan percaya diri untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Mereka mampu untuk mengaktuliasasikan diri dengan baik apabila adanya respon positif dari pengajar.
Selain itu, orang tua pun memiliki keterlibatan dalam aktualisasi diri siswa. Keterlibtan seorang ibu dapat menjadi prediktor terbaik dalam aktualisasi diri sang anak. Namun, keterlibatan ayah tidak berperan penting dalam aktualisasi diri. Tetapi keterlibatan ayah dan ibu memainkan peran penting dalam regulasi diri (Gillani Sa, Raiha AK, 2013). Dalam hal ini terlihatnya perbedaan peran ibu yang selalu memberi arahan kepada anak, seperti kata yang selalu di ucapkan bahwasanya madrasah terbaik pertama adala seorang ibu karena ia memiliki peranan penting dalam mendidik anak. Tak heran jika ibu harus memiliki kecerdasan sebab kecerdasan yang ia miliki akan berpengaruh dengan perkembangan anak tersebut termasuk kognitif nya.

C.     Motivasi
Teori mengenai penentuan nasib sendiri didasarkan pada pemahaman moderngan tentang faktor in trinsik dan ekstrinsik sebagai tanggung jawab individu atas perilakunya (Browning, 2014).hirarki asli dari teori kebutuhan Maslow yang memberikan pemahaman tentang mtivasi manusia, dimana ada lima tingkat kebutuhannya, yang dimulai dari tingkatan fisiologis hingga yang paling tinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri yang yang dilakukan oleh individu untuk mangadopsi perilaku adaptip (Meinic & Botez 2014; Otwey & Carneely, 2013; Pretty, 2014).
Kebutuhan McClelland untuk teori berprestasi (Petty, 2014) didasari pada gagasan bahwa seorang individu akan terus menavigasi lingkungan mereka untuk menemukan cara agar dapat mencapai keberhasilan. Ia menguraikan dua kelompok orang tentang motivasi. Teori evaluasi kognitif (CET) merupakan atribut motivasi untuk mendapatkan efek imbalan, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik, individu dan parasaan pribadi mereka berperan dalam penentuan nasibnya sendiri (Deci, Koestner & Ryan, 1999). Menurut teori ini, ketika imbalan sebagai “controlling”, yang berarti individu dapat merasa tertekan saat adanya kerugian yang berdampak negatif pada motivasi intrinsik. Sedangkan “non-controlling” merupakan imbalan yang dianggap sebagai informasi dan berdampak positif pada motivasi intrinsik.
Motivasi belajar adalah hubungan yang kausal yang berpuncak pada upaya untuk memfokuskan kegiatan belajar (Melnic & Botez, 2014). Siswa yang memiliki tujuan intrinsik untuk memilih studi sesuai dengan keinginan memiliki kepuasaan instant, sementara siswa yang di dorong oleh sosial dan harga diri dalam mencapai akademik sehingga memiliki rasa untuk menaikkan harga diri dan mereka dapat menjadi lebih termotivasi lagi untuk tampil lebih baik (Pretty, 2014).
Dalam teori motivasi humanisme sangat penting dalam dunia akademik. Keberhasilan seorang siswa merupakan pemahaman yang mendalam siswa tentang apa yang telah mendorongnya secara intrinsik untuk melakukan suatu kegiatan. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang paling dapat diandalkan yang dimana individu akan merasa kepuasan instan ketika terlibat dalam suatu kegiatan untuk tujuan tertentu yang melekat pada diri mereka (Michaelo Neto, 2015). Hal tersebut menjadi motivasi dan efek dari kebutuhan aktualisasi dri maslow bahwasanya pendidik sebagai fasilitator masyrakat dimasa depan dan keterampilan individu untuk berkontribusi dalam kebutuhan masyarakat.
Selain itu, untuk mencapai prestasi akademik adanya korelasi positif antar prestasi akademik dan hubungan interpersonal siswa. Hubungan interpersonal yang positif menunjukan fungsi manusia yang sehat, karena dapat menjadi sumber kebahagiaan dan penyanggah stres, dan dapat membantu tugas-tugas, tantangan dan dukungan emosional dalam kehidupan sehari-hari (Narayana Swami, 2018). Hubungan yang terjalin baik dapat memudahkan seseorang dalam mengaktualisasikan dirinya. Sebagai siswa menjalin hubungan yang baik meimiliki banyak keuntungan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, juga dapat memberi peluang yang bagus untuk melatih cara bersosialisasi dengan orang lain.
Namun, ada beberapa kendala yang dapat menghambat aktualisasi diri individu yaitu stres akademik yang dialami oleh siswa tersebut. Stress akademik mempunyai peran yang sama dalam keberhasilan akademik siswa, karena itu dapat menggangu ataupun menghambat siswa dalam proses belajar teruma untuk mengaktualisasikan dirinya. Stres dapat diklasifikasikan dalam dua divisi utama yaitu secara fisiologis dan psikologis (Sunilima, Arun Kumar, 2016). Apabila berdasarkan fisiologis, faktor genetical dan lingkungan merupakan sebab divisi utama. Berbeda dengan psikologis yaitu faktor yang berpengaruh dengan emosi yang memainkan peran lebih besar sebagai stressor dari faktor psikologis. Gejala stress pada siswa dapat diamati dan di ukur sehingga peran pendidik seharusnya dapat melindungi siswa dari kondisi stres sehingga mempermudah dalam proses mengajar demi tujuan yang maksimal.
Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam proses belajar. Ini merupakan salah satu aktualisasi diri mereka yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan kemampuan pada setiap orang. Begitupun dengan cara belajar siswa pun berbeda terlebih lagi di pengarahi oleh berbagai faktor. Interaksi kecerdasan dan metode pengajaran membuat proses belajar menjadi canggih, dimana pendidik perlu merencanakan semua aspek supaya peserta didik memiliki pemahaman yang baik (Bharti Dimri, Sunil Kumar Pandey, 2017).
            Setiap pendidik mempunyai tanggung jawab dalam aktivitas mengajar yang menyenangkan bagi siswa dan menghubungkannya dnegan emosi sehingga, memiliki dampak yang kuat di pikiran mereka dan mereka dapat mengasimilasi dan mempertahankan serta memutuskan konsep belajar. Hal tersebut bertujuan supaya mereka mampu untuk mentransfer pengetahuan ke situasi yang baru saat diperlukan.
            Dalam dunia pendidikan, ada pengaruh yang sangat besar sehingga dapat menimbulkan respon terhadap diri individu yang berhubungan dengan aktualisasi diri mereka. Apabila pengaruh tersebut berupa hal yang positif maka akan mudah bagi seseorang untuk mengaktualisasikan diri mereka tanpa punya keraguan. Namun sebaliknya saat kemampuan yang mereka miliki tidak terlihat, ketidakpercayaan diri pun akan menghambat aktualisasi mereka.

D.     Kesimpulan
Aktualisasi diri merupakan keinginan untuk pemenuhan diri, keinginan untuk menjadi lebih, dan keinginan seseorang untuk perbaikan diri, atau pun penggunaan aktual dari potensi diri, bakat dan kapasitas diri. Humanisme semakin penting dalam teori motivasi akademik dan sebagai akibatnya kebutuhan aktualisasi diri sangat penting dalam memotivasi siwa untuk mencapai prestasi akademis. Siswa yang berhasil adalah mereka yang memiliki pemahaman mendalam mengenai hal yang telah mendorong mereka secara intrinsik. Motivasi intrinsik merupakan oresiktor yang paling dapat diandalkan. Sebagai individu yang menerima kepuasan instant ketika terlibat dalam suatu kegiatan hanya sebagai tujuan untuk hiburan yang melekat ataupun rangsangan yang mereka hadapi dalam melakukan kegiatan itu. Hal ini menjadi motivasi dan efek dari aktualisasi diri yang di usulkan oleh Abraham Maslow. Pendidik sebagai fasilitator untuk masyarakat dimasa depan dan keterampilan individu untuk berkontribusi dalam kebutuhan masyarakat di masa mendatang.

Daftar Pustaka

Akcay, C. & Akyol, B. (2014). Self-Actualization Levels Of Participant In
Lifelong Education Centers. Procedia : Social And Behavioral
Sciences, 1 (1), 1577-1580.
Brown, P.R., McCord, R.E., Matusovich , H.M. & Kajfez, R.L. (2015). The   use of motivation theory in engineering education research: A  systematic review of literature. European Journal of Engineering      Education, 40 (2), 186-205.
Can, G. (2015). Turkish version of the academic motivation scale.     Psychological reposrts: Employment Psychology and Marketing, 116     (2), 388-408.
Chetri Sita. (2014). Self-Concept And Achievement Motivation Of
Adolescence And Their Relationship With Academic Achievement, (03). 2278-7763.
Deci, E.L., Koestner, R. & Ryan, R.M. (1999). A meta-analytic review of      exeperiments examining the effect of extrinsic rewards on intrinsic   motivation. Pychological Bulletin, 125 (6), 627-668.
Dollarhide, C.T. (2012). Humanism is alive and well: A review of     humanistic perspectives on contemporary counseling issues.        Journal of Humanistic Counseling, 51 (1), 2–5.
Eccles, J.S. & Wigfield, A. (2002). Motivational beliefs, values, and goals.    Annual Review of Psychology, 53, 109-132.
Frana, J.F. (2013). Humanistic correctional programming: A test of self         actualization in a correctional cognitive behavioral program in the        United States. International Journal of Criminal Justice Sciences,      8 (1), 63–72.
Franzenburg, G. (2009). Educational intervision: Theory and practice.           Problem of Education In the 21st Century, 13 (1), 223-234.
Greene, L. & Burke, G. (2007). Beyond self-actualization. Journal    of Health and Human Services Administration, 1 (1), 116         128.
Huss, E. & Magos, M. (2014). Relationship between self        actualisation and          employment for at-risk young unemployed     women. Journal          of Education and Work, 27 (3), 306–322.
Koludrović, M. & Ercegovac, I. R. (2015). Academic motivation in the         context of self-determination theory in initial teacher education.          Croatian Journal of Education, 17 (1), 25–36.
McNeill, D.N. (2015). Social freedom and self-actualization: ‘Normative       Reconstruction’ as a theory of justice. Critical Horizons, 16 (2),         153–169.
Melnic, A.S. & Botez, N. (2014). Academic learning motivation.        Economy Transdisciplinarity Cognition, 17 (2), 56–62.
Otway, L.J. & Carnelley, K.B. (2013). Exploring the associations between     adult attachment security and self-actualization and self   transcendence. Self & Identity, 12 (2), 217–230.
Petty, T. (2014). Motivating first-generation students to academic success      and college completion. College Student Journal, 48 (2), 257    264.
Ryu, K. (2010). The teachings of Confucius: Reviving a humanistic adult      education perspective. International Journal of Continuing Education and Lifelong Learning, 2 (2), 11–28.
SA, Gillani., AK, Raiha., (2013). Exploring Self- Actualization In
Adolescence  As A Function Of Farental Impvolvement And Self-Regulation, (02).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar