Magdalena Aini
Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Raden Fatah Palembang
Abstrak
Tulisan ini dibuat bertujuan untuk menerapkan teori mengetahui
aktualisasi diri pada bidang pendidikan yang dilihat dari perspektif humanistik.
Teori maslow mengenai aktualisasi diri merupakan keinginan untuk menggunakan
semua kemampuan dirinya untuk mencapai apapun yang diinginkan dan yang di
lakukan. Tujuan dari penulisan ini ialah untuk mengetahui adanya peranan pendidik dalam membantu mahasiswa
maupun siswa untuk megaktualisasikan dirinya. Salah satu tujuan pendidikan
adalah untuk meningkatkan prestasi akademik dan memperbesar visi mereka.
Motivasi dari pendidik pun diperlukan dalam memberi pengetahuan kepada peserta
didik. Dalam hal ini saya akan menjelaskan lebih jauh aktualisasi diri dalam
bidang pendidikan dengan perspektif humanistik.
Kata kunci :
humanistik, maslow, aktulisasi diri, motivasi,
pendidikan.
A.
Pendahuluan
Pendidikan
merupakan proses seumur hidup yang dimulai dari buaian hingga berlangsung
seumur hidup. Pendidikan dan pengetahuan yang memadai tidak hanya memegang kuat
individu di rumah maupun dalam masyarakat secara keseluruhan, tetapi lebih
menyediakan kekuatan untuk mempertahankan posisi terhadap setiap rintangan
hidup.
Pendidikan
merupakan rute dimana individu dapat mencapai kebutuhan harga diri, dengan cara
mengekspresikan diri mereka sendiri, dan akibatnya memiliki cinta dan
kebutuhan, melalui tujuan dalam masyarakat yang keduanya merupakan komponen
penting dari himanisme (Dollarhide, 2012). Individu ynag terlibat dalam proses
belajar sepanjang hayat dapat meningkatkan kemungkinan untuk mencapai
aktualisasi ini (Akcay & Akyol 2014 : Ryu,2010).
Pespektif
humanistik memiliki pandangan yang optimis mengenai sifat manusia dan telah
dikaitkan dengan karakteristik yang mendasar dari evolusi manusia (Franzenburg,
2009; Lawrence & Pirson, 2015). Pendekatan cognitive untuk perilaku manusia
terbatas pada data yang diperoleh melalui ekperimen terkontrol yang dihasilkan,
meskipun telah populer dalam menjelaskan tentang perilaku manusia itu sendiri
sejak tahun 1950-an (Suthakaran, 2012).
Psikologi
humanistik merupakan pendekatan psikologi yang menekankan kehendak bebas,
pertumbuhan pribadi serta kemampuan untuk merealisasikan potensi manusia.
Menurut teori abraham Maslow orang yang seluruh kebutuhannya terpenuhi adalah
orang yang sehat dan seseorang dengan satu atau lebih kebutuhannya yang tidak
terpenuhi merupakan orang yang sakit atau tidak sehat. Maslow percaya bahwa
manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.
Secara
singkat pendekatan humanistik menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan
yang berfokus kepada potensi yang dimiliki manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengambangkan kemampuan tersebut. Dalam hal ini
mencakup kemampuan interpersonal sosial manusia dan metode untuk mengembangkan
diri yang ditujukan untuk memperkaya kemampuan diri, menikmati hidup dan juga
lingkungan sekitar. Kemampuan dan keterampilan dalam membangun diri secara
positif sangat penting dalam pendidikan karena memiliki keterkaitan dengan
keberhasilanan dalam akademik.
B. Aktualisasi
diri
Motivasi
pendidikan dapat disalahpahami sebagai keinginan untuk mendapatkan kekayaan
dimasa mendatang atau persetujuan dari orang-orang sebagai hal yang
mengesankan. Tingkat pendidikan yang tinggi memiliki keuntungan dalam hubungan
interpersonal dan kesejahteraan masyarakat tertentu saat emberikan makna bagi
kehidupan individu (Maslow, 1970; Otwey & Carnelley, 2013) menyoroti bahwa
pentingnya pengalaman awal dalam pengembangan individu dan stabilitas
kepribadian, pertumbuhan pribadi dikaitkan dengan timbal balik cinta dan rasa
hormat sejak usia dini. Aktualisasi diri membutuhkan tingkat kematangan yang
biasa ditemukan pada mereka yang melakukan pembelajaran seumur hidup. Selsain
itu, individu yang mencari makna dan pemahaman dalam ketidakpuasan dihadapkan
pada situasi kehidupan yang mungkin akan termotivasi oleh kebutuhan aktualisasi
diri (frana, 2013; Huss & Magos, 2014).
Aktualisasi
diri mengacu pada keinginan untuk pemenuhan diri, keinginan untuk menjadi
lebih, dan keinginan seseorang untuk perbaikan diri, atau pun penggunaan aktual
dari potensi diri, bakat dan kapasitas diri. Aktualisasi diri dalam rana
pendidikan memiliki tujuan utama sebagai pengembangan dari semua fasilitas
bawaan pada diri individu yang mengarah ke pembangunan diri yang harmonis dari
kepribadiannya.
Penerapan
teori maslow dalam bidang pendidikan memiliki dampak yang besar dan setiap
tingkatannya dapat diterapkan untuk manfaat pendidikan yang lebih baik bagi
siswa (Anviti Rhawat, 2016). Tanggung jawab guru dalam membimbing siswa
terhadap pertumbuhan pribadi memiliki peran besar dengan menggunakan
prinsip-prinsip teori ini untuk praktek. Hal ini sejalan dengan pendapat (AW
Combs, 1984) yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan harus aktualisasi diri,
pengembangan warga yang bersedia untuk melayani umat manusia dan pembangunan
bangsa. Hal ini tidak hanya berfokus pada sistem pendidikan yang kuat tetapi
juga untuk bangsa yang kuat. Dengan begitu saat sektor pendidikan bisa
mempunyai mayoritas aktualisasi diri yang tinggi dan guru memberi kebebasan
diri maka rata-rata orang akan menghasilkan sumber daya manusia yang efektif
untuk setiap sektor pembangunan negara.
Dengan
dukungan yang diberikan oleh para pendidik maka siswa akan lebih mudah dan
percaya diri untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Mereka mampu
untuk mengaktuliasasikan diri dengan baik apabila adanya respon positif dari
pengajar.
Selain
itu, orang tua pun memiliki keterlibatan dalam aktualisasi diri siswa.
Keterlibtan seorang ibu dapat menjadi prediktor terbaik dalam aktualisasi diri
sang anak. Namun, keterlibatan ayah tidak berperan penting dalam aktualisasi
diri. Tetapi keterlibatan ayah dan ibu memainkan peran penting dalam regulasi
diri (Gillani Sa, Raiha AK, 2013). Dalam hal ini terlihatnya perbedaan
peran ibu yang selalu memberi arahan kepada anak, seperti kata yang selalu di
ucapkan bahwasanya madrasah terbaik pertama adala seorang ibu karena ia
memiliki peranan penting dalam mendidik anak. Tak heran jika ibu harus memiliki
kecerdasan sebab kecerdasan yang ia miliki akan berpengaruh dengan perkembangan
anak tersebut termasuk kognitif nya.
C. Motivasi
Teori
mengenai penentuan nasib sendiri didasarkan pada pemahaman moderngan tentang
faktor in trinsik dan ekstrinsik sebagai tanggung jawab individu atas
perilakunya (Browning, 2014).hirarki asli dari teori kebutuhan Maslow yang
memberikan pemahaman tentang mtivasi manusia, dimana ada lima tingkat
kebutuhannya, yang dimulai dari tingkatan fisiologis hingga yang paling tinggi
yaitu kebutuhan aktualisasi diri yang yang dilakukan oleh individu untuk
mangadopsi perilaku adaptip (Meinic & Botez 2014; Otwey & Carneely,
2013; Pretty, 2014).
Kebutuhan
McClelland untuk teori berprestasi (Petty, 2014) didasari pada gagasan bahwa
seorang individu akan terus menavigasi lingkungan mereka untuk menemukan cara
agar dapat mencapai keberhasilan. Ia menguraikan dua kelompok orang tentang
motivasi. Teori evaluasi kognitif (CET) merupakan atribut motivasi untuk
mendapatkan efek imbalan, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik, individu dan
parasaan pribadi mereka berperan dalam penentuan nasibnya sendiri (Deci,
Koestner & Ryan, 1999). Menurut teori ini, ketika imbalan sebagai
“controlling”, yang berarti individu dapat merasa tertekan saat adanya kerugian
yang berdampak negatif pada motivasi intrinsik. Sedangkan “non-controlling”
merupakan imbalan yang dianggap sebagai informasi dan berdampak positif pada
motivasi intrinsik.
Motivasi
belajar adalah hubungan yang kausal yang berpuncak pada upaya untuk memfokuskan
kegiatan belajar (Melnic & Botez, 2014). Siswa yang memiliki tujuan
intrinsik untuk memilih studi sesuai dengan keinginan memiliki kepuasaan
instant, sementara siswa yang di dorong oleh sosial dan harga diri dalam
mencapai akademik sehingga memiliki rasa untuk menaikkan harga diri dan mereka
dapat menjadi lebih termotivasi lagi untuk tampil lebih baik (Pretty, 2014).
Dalam
teori motivasi humanisme sangat penting dalam dunia akademik. Keberhasilan
seorang siswa merupakan pemahaman yang mendalam siswa tentang apa yang telah
mendorongnya secara intrinsik untuk melakukan suatu kegiatan. Motivasi intrinsik
adalah motivasi yang paling dapat diandalkan yang dimana individu akan merasa
kepuasan instan ketika terlibat dalam suatu kegiatan untuk tujuan tertentu yang
melekat pada diri mereka (Michaelo Neto, 2015). Hal tersebut menjadi
motivasi dan efek dari kebutuhan aktualisasi dri maslow bahwasanya pendidik
sebagai fasilitator masyrakat dimasa depan dan keterampilan individu untuk
berkontribusi dalam kebutuhan masyarakat.
Selain
itu, untuk mencapai prestasi akademik adanya korelasi positif antar prestasi akademik
dan hubungan interpersonal siswa. Hubungan interpersonal yang positif
menunjukan fungsi manusia yang sehat, karena dapat menjadi sumber kebahagiaan
dan penyanggah stres, dan dapat membantu tugas-tugas, tantangan dan dukungan
emosional dalam kehidupan sehari-hari (Narayana Swami, 2018). Hubungan
yang terjalin baik dapat memudahkan seseorang dalam mengaktualisasikan dirinya.
Sebagai siswa menjalin hubungan yang baik meimiliki banyak keuntungan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, juga dapat memberi peluang yang bagus untuk
melatih cara bersosialisasi dengan orang lain.
Namun,
ada beberapa kendala yang dapat menghambat aktualisasi diri individu yaitu
stres akademik yang dialami oleh siswa tersebut. Stress akademik mempunyai
peran yang sama dalam keberhasilan akademik siswa, karena itu dapat menggangu
ataupun menghambat siswa dalam proses belajar teruma untuk mengaktualisasikan
dirinya. Stres dapat diklasifikasikan dalam dua divisi utama yaitu secara
fisiologis dan psikologis (Sunilima, Arun Kumar, 2016). Apabila
berdasarkan fisiologis, faktor genetical dan lingkungan merupakan sebab divisi
utama. Berbeda dengan psikologis yaitu faktor yang berpengaruh dengan emosi
yang memainkan peran lebih besar sebagai stressor dari faktor psikologis.
Gejala stress pada siswa dapat diamati dan di ukur sehingga peran pendidik
seharusnya dapat melindungi siswa dari kondisi stres sehingga mempermudah dalam
proses mengajar demi tujuan yang maksimal.
Setiap
individu memiliki cara yang berbeda dalam proses belajar. Ini merupakan salah
satu aktualisasi diri mereka yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan kemampuan
pada setiap orang. Begitupun dengan cara belajar siswa pun berbeda terlebih
lagi di pengarahi oleh berbagai faktor. Interaksi kecerdasan dan metode
pengajaran membuat proses belajar menjadi canggih, dimana pendidik perlu
merencanakan semua aspek supaya peserta didik memiliki pemahaman yang baik (Bharti
Dimri, Sunil Kumar Pandey, 2017).
Setiap pendidik mempunyai tanggung
jawab dalam aktivitas mengajar yang menyenangkan bagi siswa dan
menghubungkannya dnegan emosi sehingga, memiliki dampak yang kuat di pikiran
mereka dan mereka dapat mengasimilasi dan mempertahankan serta memutuskan
konsep belajar. Hal tersebut bertujuan supaya mereka mampu untuk mentransfer
pengetahuan ke situasi yang baru saat diperlukan.
Dalam
dunia pendidikan, ada pengaruh yang sangat besar sehingga dapat menimbulkan
respon terhadap diri individu yang berhubungan dengan aktualisasi diri mereka.
Apabila pengaruh tersebut berupa hal yang positif maka akan mudah bagi
seseorang untuk mengaktualisasikan diri mereka tanpa punya keraguan. Namun
sebaliknya saat kemampuan yang mereka miliki tidak terlihat, ketidakpercayaan
diri pun akan menghambat aktualisasi mereka.
D.
Kesimpulan
Aktualisasi diri merupakan keinginan untuk pemenuhan diri,
keinginan untuk menjadi lebih, dan keinginan seseorang untuk perbaikan diri,
atau pun penggunaan aktual dari potensi diri, bakat dan kapasitas diri.
Humanisme semakin penting dalam teori motivasi akademik dan sebagai akibatnya
kebutuhan aktualisasi diri sangat penting dalam memotivasi siwa untuk mencapai
prestasi akademis. Siswa yang berhasil adalah mereka yang memiliki pemahaman
mendalam mengenai hal yang telah mendorong mereka secara intrinsik. Motivasi
intrinsik merupakan oresiktor yang paling dapat diandalkan. Sebagai individu
yang menerima kepuasan instant ketika terlibat dalam suatu kegiatan hanya
sebagai tujuan untuk hiburan yang melekat ataupun rangsangan yang mereka hadapi
dalam melakukan kegiatan itu. Hal ini menjadi motivasi dan efek dari
aktualisasi diri yang di usulkan oleh Abraham Maslow. Pendidik sebagai
fasilitator untuk masyarakat dimasa depan dan keterampilan individu untuk
berkontribusi dalam kebutuhan masyarakat di masa mendatang.
Daftar Pustaka
Akcay, C. & Akyol, B. (2014). Self-Actualization Levels Of
Participant In
Lifelong Education Centers. Procedia : Social And Behavioral
Sciences, 1 (1), 1577-1580.
Brown, P.R., McCord, R.E., Matusovich , H.M. & Kajfez, R.L.
(2015). The use of motivation theory in engineering
education research: A systematic review
of literature. European Journal of Engineering Education, 40 (2), 186-205.
Can, G. (2015). Turkish version of the academic motivation scale. Psychological reposrts: Employment
Psychology and Marketing, 116 (2),
388-408.
Chetri Sita. (2014). Self-Concept And Achievement Motivation Of
Adolescence And
Their Relationship With Academic Achievement, (03). 2278-7763.
Deci, E.L., Koestner, R. & Ryan, R.M. (1999). A meta-analytic
review of exeperiments examining the
effect of extrinsic rewards on intrinsic motivation.
Pychological Bulletin, 125 (6), 627-668.
Dollarhide, C.T. (2012). Humanism is alive and well: A
review of humanistic perspectives on
contemporary counseling issues. Journal
of Humanistic Counseling, 51 (1), 2–5.
Eccles, J.S. & Wigfield, A. (2002). Motivational beliefs,
values, and goals. Annual Review of
Psychology, 53, 109-132.
Frana,
J.F. (2013). Humanistic correctional programming: A test of self actualization in a correctional cognitive
behavioral program in the United
States. International Journal of Criminal Justice Sciences, 8 (1), 63–72.
Franzenburg, G.
(2009). Educational intervision: Theory and practice. Problem of Education In the 21st Century, 13 (1),
223-234.
Greene,
L. & Burke, G. (2007). Beyond self-actualization. Journal of Health and Human Services
Administration, 1 (1), 116 128.
Huss, E. & Magos, M. (2014).
Relationship between self actualisation
and employment for at-risk young
unemployed women. Journal of Education and Work, 27
(3), 306–322.
Koludrović, M. & Ercegovac, I. R. (2015). Academic
motivation in the context of
self-determination theory in initial teacher education. Croatian Journal of Education, 17 (1), 25–36.
McNeill,
D.N. (2015). Social freedom and self-actualization:
‘Normative Reconstruction’ as a
theory of justice. Critical Horizons, 16 (2), 153–169.
Melnic,
A.S. & Botez, N. (2014). Academic learning motivation. Economy Transdisciplinarity
Cognition, 17 (2), 56–62.
Otway, L.J. & Carnelley, K.B. (2013). Exploring the
associations between adult attachment
security and self-actualization and self transcendence.
Self & Identity, 12 (2), 217–230.
Petty,
T. (2014). Motivating first-generation students to academic success and college completion. College Student
Journal, 48 (2), 257 264.
Ryu,
K. (2010). The teachings of Confucius: Reviving a humanistic adult education perspective. International
Journal of Continuing Education and
Lifelong Learning, 2 (2), 11–28.
SA, Gillani., AK, Raiha., (2013). Exploring Self- Actualization
In
Adolescence As A Function Of Farental Impvolvement And
Self-Regulation, (02).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar